JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, kebijakan moratorium perizinan kapal besar penangkap ikan tidak dikonsultasikan terlebih dahulu dengan beragam pihak stakeholder (pemangku kepentingan).
"Saya minta maaf saat saya keluarkan moratorium, saya tidak konsultasikan dengan stakeholder," kata Susi dalam acara dialog Menteri Kelautan dan Perikanan dengan pelaku usaha di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Selasa (11/11/2014), seperti dikutip Antara.
Menurut Susi, bila dikonsultasikan dengan pemangku kepentingan terlebih dulu, hal itu bisa sampai jangka waktu yang lama hingga berbulan-bulan. (Baca: "Dibekingi" Presiden Jokowi, Susi "Pede" Moratorium Kapal Tangkap Besar)
Lamanya jangka waktu tersebut, ujar dia, ialah karena akan banyak terdapat berbagai pihak yang ingin melakukan lobi-lobi terkait dengan kebijakan moratorium tersebut.
"Kalau DPR sudah jalan, makin keburu susah saya," seloroh Susi yang enggan dipanggil Ibu Menteri itu.
Ia mengingatkan bahwa saat ini di kawasan perairan Indonesia masih banyak dilalui kapal asing. Karena itu, kata dia, di Indonesia, semua negara bisa "pesta pora" di tengah laut.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan telah mengeluarkan aturan moratorium perizinan untuk izin kapal besar berbobot lebih dari 30 GT dengan tujuan untuk menata ulang kebijakan perizinan guna menghasilkan penerimaan yang lebih besar bagi negara.
Pemerintah bakal terus menggenjot penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor kelautan dan perikanan dengan membebankan peningkatan penerimaan itu dari kapal besar berbendera asing.
Menurut Susi, sektor kelautan dan perikanan telah menghabiskan uang negara sekitar Rp 18 triliun setiap tahunnya. Nilai itu, ujar dia, dipakai untuk operasional pengembangan sektor kelautan dan perikanan berupa anggaran KKP sekitar Rp 6,5 triliun serta subsidi bahan bakar minyak (BBM) untuk perikanan sebesar Rp 11,5 triliun.
Ia mengingatkan, saat ini, dari 5.329 kapal besar bertonase di atas 30 gross tonnage (GT) yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia, 20 persennya kapal berbendera asing. Selama ini, lanjutnya, setiap kapal hanya berkontribusi sebesar Rp 90 juta melalui pembayaran retribusi perizinan kapal penangkapan ikan.
"Padahal, dalam sekali melaut, setiap kapal dapat menghasilkan ikan hingga 2.000 ton. Tentunya nilai yang diperoleh tersebut sangat besar jika dibandingkan nilai pendapatan negara yang disumbangkan," katanya.
Susi mengemukakan, jika ditotalkan, jumlah yang disumbangkan untuk PNBP dari sektor kelautan dan perikanan dinilai minim karena berkisar Rp 300 miliar saja per tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.