Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Ingin Bersihkan Kejaksaan, Jokowi Harus Pilih Jaksa Agung dari Eksternal

Kompas.com - 24/10/2014, 06:48 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
- Seiring beralihnya tongkat kepemimpinan presiden Republik Indonesia dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada Joko Widodo, kini jabatan Jaksa Agung kosong dan sementara tugas-tugas dilaksanakan Wakil Jaksa Agung Andhi Nirwanto.

Jabatan Jaksa Agung agak berbeda dengan jabatan Kapolri pasalnya bisa diambil dari luar institusi kejaksaan sesuai hak prerogratif presiden. Tarik menarik pun terjadi ada keinginan dari Jaksa Agung lama Basrief Arief, Jaksa Agung dijabat dari internal kejaksaan, sementara sejumlah pihak ada keinginan berasal dari luar institusi kejaksaan.

Bahkan ada pula usulan Jaksa Agung lebih baik dijabat pensiunan jaksa yang sudah menjabat diinstitusi lain seperti M Yusuf yang kini duduk sebagai Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Ada nama Zulkarnaen seorang yang pernah berkarir di kejaksaan hingga akhirnya menjadi Wakil Ketua Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK).

Kemudian dikalangan jaksa lainnya yang masih aktif muncul pula nama Widyo Pramono yang kini menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Pidana Khusus. Nama, Andhi Nirwanto yang kini menjabat sebagai wakil Jaksa Agung pun masuk dalam bursa Jaksa Agung di era pemerintahan Jokowi.

Sementara dari eksternal nama seperti Todung Mulya Lubis sempat disebut-sebut cocok menjabat sebagai Jaksa Agung. Namun semua itu masih menjadi misteri.

Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing mengungkapkan cocok tidaknya Jaksa Agung dipegang internal atau eksternal kejaksaan tergantung Jokowi.

"Itu tergantung jokowi. Kalau mau langsung bekerja ya dari orang dalam. Tapi kalau mau
membersihkan Kejaksaan Agung, ya harus orang luar," ungkap Emrus dalam diskusi di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis (23/10/2014).

Tetapi dikatakannya paling cocok Jaksa Agung berasal dari eksternal kejaksaan. Namun, tentu bila berasal dari luar kejaksaan akan terjadi resistensi atau penolakan dari internal kejaksaan.

"Memang dari luar banyak kelemahan, tapi jika yang diinginkan Jokowi untuk
bersih-bersih Kejaksaan Agung ya orang luar," ujarnya.

Senada dengan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia Boyamin Saiman. Jabatan Jaksa Agung harus berasal dari eksternal kejaksaan. Boyamin menyebut ini untuk menebus dosa Kejagung yang selama ini tidak bisa menyamakan KPK.

"Sepanjang masih ada KPK dan Kejagung belum bisa menyamai KPK, maka Jaksa Agung harus dari luar. Anggaplah ini untuk menebus dosa Kejagung," ungkap Boyamin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com