Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepedihan Hati dan Kalimat Bijak SBY

Kompas.com - 17/09/2014, 13:37 WIB


KOMPAS.com - PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono berkisah, dia sangat sedih karena kalah dalam pemilihan tidak langsung wakil presiden pada Juli 2001. Dalam pemilihan di MPR, SBY gagal untuk menjadi wakil Presiden Megawati Soekarnoputri saat itu.

Namun, dari kepedihan hatinya, muncul kalimat-kalimat bijak bagaikan mantra dalam bukunya, SBY-Selalu Ada Pilihan- Untuk Pecinta Demokrasi dan Para Pemimpin Indonesia Mendatang.

”Apabila kita bisa menerimanya, apalagi jika kita dengan legawa mengucapkan selamat dan mendukung mereka yang terpilih, hati kita akan menjadi lega dan bahagia,” kata SBY.

”Tapi, kalau waktunya dihabiskan untuk mengganggu yang sedang menjabat, baik itu presiden, gubernur, bupati, dan wali kota, bisa-bisa dalam pemilihan berikutnya kalah lagi,” kata SBY di bagian lainnya.

Kemarin, dalam menanggapi pertanyaan, SBY di Jakarta mengatakan, mengkritisi pemimpin yang sedang memerintah itu tidak sama dengan usaha menggagalkan atau menghancurkan. Kalau itu terjadi, yang sengsara adalah rakyat. Itu bisa menimbulkan bharatayudha atau perang saudara.

Dalam catatan sejarah, Indonesia mengalami krisis semacam itu pada tahun 1965 dan 1998. Bisa dicatat pula, perang saudara pernah terjadi tahun menjelang berakhirnya 1950-an sampai awal-awal 1960-an, yakni pemberontakan Piagam Perjuangan Semesta Alam (Permesta), Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), dan lain-lain. Sebaiknya ini jangan terulang dan jangan coba diulang. Jangan jadi hobi atau improvisasi gerakan ideologi.

Maka, hal yang perlu diapresiasi antara lain beberapa hari lalu ketika bertemu presiden terpilih Joko Widodo di Jakarta, calon wakil presiden Hatta Rajasa menyampaikan ucapan selamat. ”Beda pendapat, tidak harus tidak bersilaturahim,” ujar Hatta saat itu.

Menurut SBY, kalau kita bisa menerima kekalahan dengan legawa, para pengikut atau konstituen kita akan tenang dan tidak ngamuk melampiaskan kemarahan.

Di tengah kemajuan yang dicapai selama 10 tahun pemerintahan SBY, masih banyak sisa masalah yang diwariskan dari pemerintahan otoritarian masa lalu, seperti mafia minyak, mafia beras, dan mafia perbankan. Ada pula masalah baru yang tidak kunjung usai, yakni lumpur Lapindo yang digeluti sejumlah orang di Sidoarjo. Ini perlu penyelesaian. Mungkin bukan hanya pemerintah, anggota DPR pun perlu berjuang untuk ini.

Dalam bukunya, SBY berkali-kali mengatakan secara tidak langsung atau langsung, dalam pemerintahan selama 10 tahun ia tidak ingin kembali ke ”demokrasi terpimpin” pemerintahan Bung Karno ataupun otoritarian Orde Baru yang dipimpin Soeharto.

Kembali dalam bukunya, SBY mengatakan, ”Saya pribadi memilih membangun sebuah paradigma dan tatanan baru yang sesuai dengan sistem demokrasi.”

Kemarin, ketika menjawab pertanyaan, SBY mengatakan akan bekerja keras bersama Partai Demokrat menyumbangkan pemikiran tentang masalah perbedaan pendapat di DPR untuk pemilihan langsung atau tidak langsung di daerah. Masih menjawab pertanyaan, SBY juga mengatakan soal pendapat Jokowi bisa ditanyakan langsung kepada yang bersangkutan. Ini menarik. Dengan catatan, Jokowi bukan ketua umum partai. (J Osdar)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com