Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Konflik PPP Akan Hilangkan Citra Rumah Besar Umat Islam"

Kompas.com - 13/09/2014, 15:22 WIB


MEDAN, KOMPAS.com
- Petinggi Partai Persatuan Pembangunan diharapkan dapat menuntaskan konflik internal partainya. Konflik yang kembali terulang itu dinilai cukup memprihatinkan dan dapat merusak kepercayaan umat Islam.

"Konflik itu dapat menghilangkan citra PPP sebagai tempat bernaung umat Islam," kata pengamat politik dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara Ansari Yamamah di Medan, Sabtu (13/9/2014), seperti dikutip Antara.

Selama ini, kata Ansari, PPP telah mendeklarasikan "rumah besar umat Islam" dan kembali mendapatkan kepercayaan sebagai penyalur aspirasi masyarakat. Namun, konflik yang terjadi antara dua kubu dalam PPP belakangan ini dapat menghilangkan citra positif terhadap parpol dengan lambang Ka'bah tersebut.

Dengan adanya klaim saling pecat dan tudingan mengeluarkan keputusan ilegal antarpetinggi PPP, muncul indikasi adanya dua kepemimpinan dalam parpol berasaskan Islam itu. Dalam Islam, tidak dikenal adanya dua kepemimpinan dalam sebuah rumah.

"Kalau ada dua kepemimpinan, berarti rumah itu tidak islami lagi," kata Ansari.

Selain itu, kata dia, Islam juga selalu mengajarkan upaya musyawarah untuk menyelesaikan konflik karena tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan. Dalam Islam, tidak dikenal adanya pemaksaan kehendak dan tidak ada masalah yang tidak dapat dirundingkan kecuali mengenai keesaan Allah SWT.

Jika terus larut dalam konflik dan tidak mengutamakan upaya musyawarah, dikhawatirkan bisa menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan PPP sebagai rumah besar umat Islam.

Tidak tertutup kemungkinan umat Islam justru akan meninggalkan PPP karena tidak mampu membuktikan sebagai rumah yang dapat memberikan pengayongan.

"Kalau petinggi PPP terus bertengkar, bagaimana bisa mengklaim sebagai rumah besar umat? Tidak ada orang mau masuk dalam rumah yang penuh dengan konflik," kata Ansari.

Dosen Fakultas Syariah IAIN Sumatera Utara tersebut menilai adanya unsur pragmatisme dalam konflik tersebut sehingga terkesan mengabaikan kepentingan umat yang mendambakan politik yang beretika.

"Kalau ada dua pihak yang saling mengklaim ilegal, berarti ada yang salah dalam organisasi itu," ujar Ansari.

Para tokoh senior PPP, bahkan mungkin kalangan ulama diharapkan dapat turun tangan untuk "mendamaikan" yuniornya guna menjaga keutuhan parpol yang mendeklarasikan diri sebagai rumah besar umat Islam tersebut.

"Jangan cederai kepercayaan umat Islam, mari kembali ke 'khittah' (dasar) sebagai parpol berasaskan Islam," katanya.

Sebelumnya, sejumlah petinggi PPP seperti Sekjen Muhammad Romahurmuziy, Wakil Ketua Umum Emron Pangkapi dan Suharso Monoarfa mengadakan pertemuan menghasilkan keputusan pemberhentian Suryadharma sebagai ketum. (Baca: Suryadharma Ali Dipecat dari Posisi Ketua Umum PPP)

Setelah itu, Suryadharma mengeluarkan keputusan pemecatan terhadap sejumlah petinggi partari tersebut karena dianggap tidak menaati AD/ART parpol. (Baca: Dilengserkan dari Ketum, Suryadharma Pecat Emron, Suharso, Lukman Hakim, dan Romy)

Aksi saling pecat di internal PPP bukan kali ini saja terjadi. Pada April lalu, mereka juga saling pecat terkait sikap Suryadharma yang mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden. Belakangan, mereka berdamai dan jabatan masing-masing dikembalikan seperti semula. (Baca: Suryadharma Pecat Waketum PPP dan Empat Ketua DPW)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com