Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Didesak Tunda Pengesahan RUU Pilkada

Kompas.com - 28/08/2014, 18:15 WIB
Febrian

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Didik Suprianto mendesak Komisi II DPR RI untuk menghentikan pembahasan tentang Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum Kepala Daerah. Menurut Didik, sebaiknya UU Pilkada berada dalam satu kesatuan utuh bersama UU pemilihan umum agar pelaksanaan pemilu tidak membuat masyarakat menjadi bingung.

Didik mengatakan, apabila pilkada dilakukan serentak pada 2015, maka akan ada suatu kejenuhan politik dari masyarakat karena hiruk-pikuk politik pasca-pemilu 2014 baru mulai mereda. "Yang saya khawatirkan partisipasi pemilih akan menurun karena kejenuhan terhadap pemilu. Kalau (pilkada serentak) setahun setelah pilpres, akan ada kebosanan politik di masyarakat," kata Didik dalam sebuah diskusi di Kafe Deli, Jakarta Pusat, Kamis (28/8/2014).

Menurut Didik, sebaiknya pilkada dilaksanakan pada 2016 untuk memberi ruang kepada masyarakat. Masyarakat akan dapat menilai kinerja parpol ataupun elite parpol yang mereka pilih. Bila tidak, ia khawatir masyarakat tidak punya referensi dalam memilih kepala daerah. Hal itu karena selama ini calon-calon kepala daerah cenderung berasal dari partai-partai politik yang juga ikut dalam kontestasi pemilu legislatif maupun pemilu presiden. Pengunduran pelaksanaan pilkada serentak diharapkan juga dapat mempertahankan tingkat partisipasi pemilih.

"Kalau dilaksanakan 2015, masyarakat tidak kritis, lebih baik dilaksanakan tahun 2016," ujar Didik.

Dalam kesempatan yang sama, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsudin Haris, mempertanyakan sikap ngotot dari DPR yang ingin segera mengesahkan UU Pilkada pada tahun ini. Syamsudin menengarai DPR hanya kejar target dalam menyelesaikan UU tersebut karena masa periode jabatan di kursi DPR akan segera berakhir.

Menurut Syamsudin, bila DPR tetap mengesahkan UU Pilkada, maka bisa berdampak negatif terhadap pelaksanaan pilkada itu sendiri. Itu karena hingga saat ini RUU tersebut masih menuai kontroversi.

"Sebaiknya pemerintah kita tidak memaksakan untuk mengambil kebijakan strategis, apalagi dalam undang-undang pilkada masih ada isu kontroversial," ucap Syamsudin.

Sementara itu, Ketua Panja RUU Pilkada Abdul Hakam Naja menegaskan bahwa persetujuan atas UU Pilkada akan dilakukan pada September. Menurut dia, tidak ada alasan untuk memundurkan pelaksanaan pilkada serentak karena pembahasan dan perumusan RUU tersebut sudah berlangsung selama dua tahun.

Politikus Partai Amanat Nasional itu mengatakan, pengesahan RUU tersebut adalah keputusan politik. Ia beranggapan, nama DPR bisa tercoreng jika pengesahan RUU ini ditunda. Sejauh ini, kata dia, RUU Pilkada tinggal menyisakan dua masalah sebelum diketok palu.

Masalah itu terkait mekanisme pemilihan kepala daerah di tingkat kabupaten/kota, apakah akan langsung dipilih oleh rakyat atau hanya dipilih oleh DPRD. Adapun pilkada di tingkat provinsi telah disepakati melalui mekanisme pemilihan langsung. Masalah lainnya terkait pemilihan wakil kepala daerah, apakah disatukan saat pemilihan kepala daerah atau dipilih oleh kepala daerah terpilih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS Usul Proporsional Tertutup Dipertimbangkan Diterapkan Lagi dalam Pemilu

PKS Usul Proporsional Tertutup Dipertimbangkan Diterapkan Lagi dalam Pemilu

Nasional
Jokowi Terima Kunjungan Kenegaraan Gubernur Jenderal Australia David Hurley

Jokowi Terima Kunjungan Kenegaraan Gubernur Jenderal Australia David Hurley

Nasional
Polri Tangkap 3 Tersangka 'Ilegal Fishing' Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster

Polri Tangkap 3 Tersangka "Ilegal Fishing" Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster

Nasional
PDI-P Anggap Pernyataan KPU soal Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur Membingungkan

PDI-P Anggap Pernyataan KPU soal Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur Membingungkan

Nasional
Kesaksian JK dalam Sidang Karen Agustiawan yang Bikin Hadirin Tepuk Tangan...

Kesaksian JK dalam Sidang Karen Agustiawan yang Bikin Hadirin Tepuk Tangan...

Nasional
DPR Tunggu Surpres Sebelum Bahas RUU Kementerian Negara dengan Pemerintah

DPR Tunggu Surpres Sebelum Bahas RUU Kementerian Negara dengan Pemerintah

Nasional
Nurul Ghufron Akan Bela Diri di Sidang Etik Dewas KPK Hari Ini

Nurul Ghufron Akan Bela Diri di Sidang Etik Dewas KPK Hari Ini

Nasional
Prabowo Nilai Gaya Militeristik Tak Relevan Lagi, PDI-P: Apa Mudah Seseorang Berubah Karakter?

Prabowo Nilai Gaya Militeristik Tak Relevan Lagi, PDI-P: Apa Mudah Seseorang Berubah Karakter?

Nasional
Hadir di Dekranas Expo 2024, Iriana Jokowi Beli Gelang dan Batik di UMKM Binaan Pertamina

Hadir di Dekranas Expo 2024, Iriana Jokowi Beli Gelang dan Batik di UMKM Binaan Pertamina

Nasional
Jokowi Ucapkan Selamat ke PM Baru Singapura Lawrence Wong

Jokowi Ucapkan Selamat ke PM Baru Singapura Lawrence Wong

Nasional
Seputar Penghapusan Kelas BPJS dan Penjelasan Menkes...

Seputar Penghapusan Kelas BPJS dan Penjelasan Menkes...

Nasional
Konflik Papua: Cinta Bertepuk Sebelah Tangan

Konflik Papua: Cinta Bertepuk Sebelah Tangan

Nasional
Para 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah serta Deretan Aset yang Disita

Para "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah serta Deretan Aset yang Disita

Nasional
Soal Kelas BPJS Dihapus, Menkes: Dulu 1 Kamar Isi 6-8 Orang, Sekarang 4

Soal Kelas BPJS Dihapus, Menkes: Dulu 1 Kamar Isi 6-8 Orang, Sekarang 4

Nasional
Babak Baru Kasus Vina Cirebon: Ciri-ciri 3 Buron Pembunuh Diungkap, Polri Turun Tangan

Babak Baru Kasus Vina Cirebon: Ciri-ciri 3 Buron Pembunuh Diungkap, Polri Turun Tangan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com