Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menkum dan HAM Nilai Wajar Aborsi karena Darurat Medis dan Kasus Pemerkosaan

Kompas.com - 14/08/2014, 18:26 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
— Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin menilai wajar jika pemerintah memperbolehkan aborsi dalam kondisi darurat medis dan kasus pemerkosaan. Menurut Amir, kondisi seperti itu sudah diterapkan di beberapa negara lain.

"Kalau di pendekatan kita pendekatan medis, saya kira wajar dan itu universal seperti itu. Kalau misalnya pemerkosaan, beberapa negara kan sudah menerapkannya," kata Amir di Jakarta, Kamis (14/8/2014).

Amir menilai, seorang korban pemerkosaan perlu dilindungi pemerintah. Dia menilai janin yang dikandung seorang korban pemerkosaan bukan atas keinginannya.

"Kan tidak berdasarkan keinginan dia. Anda bisa bayangkan seseorang yang jadi korban pemerkosaan seperti apa traumanya," ucap Amir.

Selaku Menkum dan HAM, Amir mengaku belum pernah membahas Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang salah satu isinya memperbolehkan aborsi dengan alasan darurat medis dan kasus perkosaan. Kemungkinan, kata Amir, PP itu dibahas Kemenkum dan HAM sebelum dia menjabat.

"Kemungkinan di era sebelum saya menjabat menteri barangkali. Ini lima tahun, kan saya di sini baru tiga tahun," kata Amir.

Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi sebelumnya mengatakan bahwa PP ini sudah dibahas selama lima tahun. Menurut Nafsiah, PP ini adalah amanat dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Dia mengatakan, baik undang-undang maupun PP mengatakan bahwa aborsi merupakan sesuatu yang dilarang, kecuali untuk dua keadaan, yakni gawat darurat medis dan kehamilan akibat pemerkosaan.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan PP Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. PP ini di antaranya mengatur masalah aborsi bagi perempuan hamil yang diindikasikan memiliki kedaruratan medis dan atau hamil akibat pemerkosaan.

Hal ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, khususnya Pasal 75 Ayat (1) yang ditegaskan bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi, terkecuali berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat pemerkosaan yang dapat menimbulkan trauma psikologis bagi korban pemerkosaan.

Menurut PP ini, tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat pemerkosaan. Indikasi kedaruratan medis dimaksud meliput kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu; dan/atau kesehatan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin, termasuk yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.

Penentuan adanya indikasi kedaruratan medis dilakukan oleh tim kelayakan aborsi, yang paling sedikit terdiri dari dua tenaga kesehatan, diketuai oleh dokter yang memiliki kompetensi dan kewenangan.

Adapun kehamilan akibat pemerkosaan merupakan kehamilan akibat hubungan seksual tanpa adanya persetujuan dari pihak perempuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang dibuktikan dengan usia kehamilan sesuai dengan kejadian pemerkosaan, yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter dan keterangan penyidik, psikolog, atau ahli lain mengenai dugaan adanya pemerkosaan.

Aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan harus dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab,” demikian bunyi Pasal 35 Ayat (1) PP Nomor 61 Tahun 2014 itu.

Praktik aborsi yang dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab itu, menurut PP ini, meliputi dilakukan oleh dokter sesuai dengan standar; dilakukan di fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan Menteri Kesehatan; atas permintaan atau persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan; dengan izin suami, kecuali korban pemerkosaan; tidak diskriminatif; dan tidak mengutamakan imbalan materi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yusril Ihza Mahendra Mundur dari Ketum PBB, Digantikan Fahri Bachmid

Yusril Ihza Mahendra Mundur dari Ketum PBB, Digantikan Fahri Bachmid

Nasional
Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

Nasional
Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Nasional
Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Nasional
Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com