Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Minta Jokowi Tarik Draf RUU KUHP-KUHAP jika Dilantik sebagai Presiden

Kompas.com - 07/08/2014, 16:12 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Komisi Pemberantasan Korupsi mengingatkan presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) untuk membuktikan komitmennya dalam mendukung upaya pemberantasan tindak pidana korupsi jika dia sudah resmi menjabat presiden.

KPK meminta Jokowi untuk menarik draf revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang akan dibahas di DPR periode 2014-2019.

Menurut Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja, saat mencalonkan diri sebagai presiden beberapa waktu lalu, Jokowi dan Jusuf Kalla telah menandatangani komitmen dengan KPK untuk menentang upaya pelemahan KPK.

"Ada tujuh butir yang tercantum dalam komitmen. Tadi kita diskusikan sebagian, yang perlu saya bacakan adalah butir kedua, yakni menentang setiap upaya yang akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi. Ini konteksnya dengan RUU KUHAP-KUHP. Implementasi dari butir dua ini, maka siapa pun presiden terpilih nantinya seyogianya menarik kembali dari DPR. Itu konsekuensi dari penandatanganan ini," kata Adnan dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (7/8/2014).

Hadir pula dalam jumpa pers tersebut Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Salsiah Alisjahbana. Jumpa pers dilakukan seusai pertemuan KPK dengan Armida.

Adapun komitmen calon presiden dengan KPK tersebut menjadi salah satu materi yang dibahas dalam pertemuan KPK-Bappenas.

Menurut Adnan, komitmen ini ikut dibahas dengan Kepala Bappenas karena akan menjadi pertimbangan dalam perumusan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) lima tahun ke depan.

"Maka, mestinya siapa pun presiden terpilih nanti mencabut draf tersebut karena KPK jelas-jelas menolak," sambung Adnan.

KPK menilai draf RUU KUHP-KUHAP tersebut memuat poin-poin yang berpotensi melemahkan upaya pemberantasan korupsi.

Draf RUU KUHP-KUHAP ini dijadwalkan untuk kembali dibahas mulai dari awal oleh DPR periode 2014-2019. Pembahasan RUU ini oleh DPR periode 2009-2014 dihentikan setelah menuai kritik sejumlah pihak.

Hal lain yang diingatkan KPK kepada presiden terpilih adalah komitmennya untuk patuh pada Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Korupsi (United Nations Convention Against Corruption/UNCAC).

Sejauh ini, menurut Adnan, Pemerintah Indonesia belum sepenuhnya menjalankan butir-butir dalam Konvensi UNCAC, terutama mengenai korupsi di sektor swasta.

"Kita tahu bahwa korupsi di sektor swasta belum diatur, juga terkait kekayaannya belum diatur. Itu yang diharapkan tertuang dalam RPJMN yang sedang disusun Bappenas," katanya.

Selain itu, KPK mengingatkan Jokowi untuk melakukan tes integritas dalam setiap proses rekrutmen dan promosi di setiap kementerian dan lembaga. Adnan juga mengatakan, komitmen dengan KPK yang telah ditandatangani pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa merupakan ikatan moral yang berefek secara tidak langsung jika diabaikan.

"Kita akan tahu dampaknya, apalagi yang berpikir untuk mencalonkan diri kembali lima tahun yang akan datang," ucap dia.

Adnan bersyukur dua pasang capres-cawapres tersebut akhirnya bersedia menandatangani komitmen dengan KPK itu meskipun ada yang hampir menolak untuk tanda tangan.

"Alhamdulillah kami bisa meminta mereka tanda tangan karena ada yang hampir tidak mau teken, janganlah disebut siapa, media yang tahu, saya justru dikasih tahu media," tambah Adnan.

Proses pilpres tengah bergulir di Mahkamah Konstitusi. Kubu Prabowo-Hatta menggugat keputusan KPU yang menetapkan Jokowi-JK sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode 2014-2019.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BMKG: Hujan Lebat Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi sampai Sepekan ke Depan

BMKG: Hujan Lebat Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi sampai Sepekan ke Depan

Nasional
Segini Harta Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi yang Dicopot dari Jabatannya

Segini Harta Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi yang Dicopot dari Jabatannya

Nasional
Pemerintah Disebut Setuju Revisi UU MK Dibawa ke Rapat Paripurna untuk Disahkan

Pemerintah Disebut Setuju Revisi UU MK Dibawa ke Rapat Paripurna untuk Disahkan

Nasional
Hari Ketiga di Sultra, Jokowi Resmikan Bendungan Ameroro dan Bagikan Bansos Beras

Hari Ketiga di Sultra, Jokowi Resmikan Bendungan Ameroro dan Bagikan Bansos Beras

Nasional
Ketua Dewas KPK Sebut Laporan Ghufron ke Albertina Mengada-ada

Ketua Dewas KPK Sebut Laporan Ghufron ke Albertina Mengada-ada

Nasional
Revisi UU MK yang Kontroversial, Dibahas Diam-diam padahal Dinilai Hanya Rugikan Hakim

Revisi UU MK yang Kontroversial, Dibahas Diam-diam padahal Dinilai Hanya Rugikan Hakim

Nasional
MK Akan Tentukan Lagi Status Anwar Usman dalam Penanganan Sengketa Pileg

MK Akan Tentukan Lagi Status Anwar Usman dalam Penanganan Sengketa Pileg

Nasional
Sidang Putusan Praperadilan Panji Gumilang Digelar Hari Ini

Sidang Putusan Praperadilan Panji Gumilang Digelar Hari Ini

Nasional
Mati Suri Calon Nonpartai di Pilkada: Jadwal Tak Bersahabat, Syaratnya Rumit Pula

Mati Suri Calon Nonpartai di Pilkada: Jadwal Tak Bersahabat, Syaratnya Rumit Pula

Nasional
Anak SYL Minta Uang Rp 111 Juta ke Pejabat Kementan untuk Bayar Aksesori Mobil

Anak SYL Minta Uang Rp 111 Juta ke Pejabat Kementan untuk Bayar Aksesori Mobil

Nasional
PKB Mulai Uji Kelayakan dan Kepatutan Bakal Calon Kepala Daerah

PKB Mulai Uji Kelayakan dan Kepatutan Bakal Calon Kepala Daerah

Nasional
SYL Mengaku Tak Pernah Dengar Kementan Bayar untuk Dapat Opini WTP BPK

SYL Mengaku Tak Pernah Dengar Kementan Bayar untuk Dapat Opini WTP BPK

Nasional
Draf RUU Penyiaran: Lembaga Penyiaran Berlangganan Punya 6 Kewajiban

Draf RUU Penyiaran: Lembaga Penyiaran Berlangganan Punya 6 Kewajiban

Nasional
Draf RUU Penyiaran Wajibkan Penyelenggara Siaran Asing Buat Perseroan

Draf RUU Penyiaran Wajibkan Penyelenggara Siaran Asing Buat Perseroan

Nasional
Draf RUU Penyiaran Atur Penggabungan RRI dan TVRI

Draf RUU Penyiaran Atur Penggabungan RRI dan TVRI

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com