Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Anggap UU MD3 yang Baru Perlambat Proses Hukum

Kompas.com - 11/07/2014, 23:07 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menganggap Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang baru berpotensi memperlambat proses hukum, khususnya mengenai poin yang mengatur bahwa pemeriksaan anggota DPR harus seizin Mahkamah Kehormatan Dewan. Padahal, menurut Busyro, proses penegakkan hukum harus sederhana, cepat dan berbiaya ringan.

"Dalam proses penegakkan hukum itu membutuhkan waktu cepat, kalau tidak maka barang bukti bisa dihilangkan," kata Busyro di Jakarta, Jumat (11/7/2014).

Pasal 245 ayat 1 UU MD3 memuat ketentuan bahwa penyidik baik dari Kepolisian, dan Kejaksaan harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Mahkamah Kehormatan Dewan. Namun, dalam pasal 245 ayat 3 UU MD3 disebutkan bahwa Kepolisian, Kejaksaan dan KPK tak perlu izin dari Mahkamah Kehormatan Dewan untuk memeriksa anggota DPR jika (a) tertangkap tangan melakukan tindak pidana (b) disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup (c) disangka melakukan tindak pidana khusus.

Apabila dalam waktu 30 hari sejak permohonan diajukan tak juga keluar surat izin tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan, maka pemanggilan keterangan untuk penyidikan baru bisa dilakukan.

"Dan mahkamah DPR diberi waktu 30 hari. Pertanyaannya, untuk apa harus melalui perpanjangan birokrasi seperti itu? Manfaatnya apa?" tambah Busyro.

Meskipun demikian, lanjut Busyro, KPK masih mengharapkan ketulusan elit partai politik di DPR untuk memberantas korupsi secara bersama-sama. KPK juga bersedia mendampingi DPR untuk membentuk sistem yang antikorupsi.

"Sistem menjadi penting untuk mengatasi dan melawan korupsi karena kami temukan korupsi semakin sistemik, struktural, dan menumbuhkan aktor-aktor baru," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com