"Kalau seandainya dibuka, ini kan namanya mencari-cari kesalahan ketika sudah bermain," ujar Farouk kepada wartawan, di Gedung DPD, Senayan, Jakarta, Rabu (11/6/2014).
Senator asal Nusa Tenggara Barat tersebut mempertanyakan mengapa surat itu dipersoalkan setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) meloloskan Prabowo sebagai capres. Dia menilai, hal itu seolah-olah menginginkan agar Joko Widodo menjadi capres tunggal.
"Dulu (Prabowo) sudah pernah jadi cawapres dengan Ibu Mega (Ketua Umum PDI Perjuangan), Megawati Soekarnoputri. Dulu enggak dipermasalahkan, kenapa sekarang dipermasalahkan?" tanyanya.
Farouk mengakui bahwa Prabowo bukanlah figur yang sempurna. Namun, ia meminta kepada semua pihak untuk memberikan pendidikan politik dengan tidak mengungkit-ungkit isu semacam itu. Mantan Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian tersebut pun masih meragukan keaslian dokumen rekomendasi pemberhentian Prabowo yang beredar di media sosial.
Secara substansi, ia menilai pemberhentian Prabowo pada saat itu sangat rawan dipolitisasi.
"Kalaupun juga benar, belum tentu mencerminkan kondisi riil pada saat itu, sangat politis, apalagi Orde Baru," ujarnya.
Sebelumnya, mantan Wakil Panglima ABRI Letnan Jenderal (Purn) Fachrul Razi membenarkan substansi surat keputusan DKP yang beredar. Dalam empat lembar surat itu tertulis pertimbangan atas berbagai pelanggaran yang dilakukan Prabowo. Tindakan Prabowo disebut tidak layak terjadi dalam kehidupan prajurit dan kehidupan perwira TNI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.