Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/06/2014, 10:29 WIB
Sandro Gatra

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
— Mantan Komandan Pusat Polisi Militer Mayor Jenderal TNI (Purn) Syamsu Djalal menilai, seharusnya Prabowo Subianto dibawa ke Mahkamah Militer (Mahmil) sebagai aktor intelektualis dari kasus penculikan para aktivis pada 1998. Menurut dia, tidak adil jika hanya para prajurit yang diadili di Mahmil, sementara Prabowo selaku Komandan Jenderal Kopassus ketika itu hanya dibawa ke Dewan Kehormatan Perwira (DKP).

"Itu yang lucu, kok enggak semuanya? Masa anak buah aja. Kasihan dong anak buah, komandan harus tanggung jawab. Kalau anak buah di Mahmil, komandannya juga di Mahmil. Kan lucu, anak buahnya masuk Mahmil, otaknya yang melakukan masuk ke DKP," kata Syamsu dalam wawancara dengan Kompas TV, Selasa (10/6/2014) malam.

Syamsu menjelaskan, ketika itu Polisi Militer (PM) hanya mengusut kasus penculikan yang dilaporkan. PM memeriksa semua aktivis yang kembali, seperti Pius Lustrilanang dan Desmond J Mahesa. Hasilnya, kata dia, ada cukup bukti bahwa Prabowo melakukan tindak pidana.

"Cukup bukti, dari bukti itu kami rekomendasi harus diadili di peradilan militer," kata Syamsu.

Syamsu menambahkan, rekomendasi itu disampaikan kepada Panglima ABRI. Kewenangan pihaknya hanya sampai rekomendasi tersebut. Namun, nyatanya Prabowo tidak dibawa ke Mahmil.

Mantan Wakil Panglima ABRI Letnan Jenderal (Purn) Fachrul Razi selaku Wakil Ketua DKP ketika itu mengatakan, pihaknya saat itu sepakat untuk tidak membawa Prabowo ke Mahmil dengan berbagai pertimbangan.

"Menurut saya dan teman-teman yang mungkin disetujui juga oleh Pangab, ingin ditutup masalah itu sampai tingkat ini. Itu yang terjadi," kata Fachrul dalam wawancara yang sama.

Selain itu, lanjutnya, keputusan DKP ketika itu juga tidak menggunakan kata-kata "pemecatan", tetapi "pemberhentian dari dinas keprajuritan".

"Pertimbangannya, pada saat itu beliau masih mantu Pak Harto. Alangkah tidak elok kalau kita sebut kata-kata seperti itu sehingga teman-teman sepakat pakai kata pemberhentian dari dinas keprajuritan," ucap Fachrul.

Sebelumnya, surat keputusan DKP yang dibuat pada 21 Agustus 1998 beredar di media sosial. Surat berklasifikasi rahasia itu ditandatangani para petinggi TNI kala itu, salah satunya Fachrul sebagai Wakil Ketua DKP. (baca: Pimpinan DKP Benarkan Surat Rekomendasi Pemberhentian Prabowo dari ABRI)

Di empat lembar surat itu tertulis pertimbangan atas berbagai pelanggaran yang dilakukan Prabowo. Tindakan Prabowo disebut tidak layak terjadi dalam kehidupan prajurit dan kehidupan perwira TNI.

Tindakan Prabowo juga disebut merugikan kehormatan Kopassus, TNI AD, ABRI, bangsa, dan negara. (baca: Fachrul Razi: Saya Tahu Tabiat Prabowo, Kurang Pantas Jadi Presiden)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Nasional
Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Nasional
Soal 'Presidential Club', Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Soal "Presidential Club", Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Nasional
Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

Nasional
Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Nasional
Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Nasional
Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Nasional
Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Nasional
Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Nasional
Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Nasional
Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com