JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Penyiaran Indonesia menilai lima media televisi nasional tidak netral dalam menyiarkan kegiatan calon presiden-calon wakil presiden. Selain porsi pemberitaan yang lebih banyak, kelima televisi itu juga memberikan durasi penyiaran yang lebih panjang untuk pasangan capres-cawapres tertentu.
Dari lima televisi tersebut, empat di antaranya, yakni TV One, RCTI, MNC TV, dan Global TV, dinilai memberikan porsi pemberitaan lebih banyak kepada pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Durasi penyiaran pasangan Prabowo-Hatta juga lebih panjang dibandingkan durasi penyiaran untuk pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Sebaliknya, satu media televisi lain, yaitu Metro TV, dinilai memberikan porsi pemberitaan lebih banyak kepada pasangan Jokowi-Kalla. Durasi penyiaran untuk pasangan nomor urut dua itu juga lebih panjang daripada untuk pasangan Prabowo-Hatta.
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Judhariksawan, di Jakarta, Senin (2/6/2014), menjelaskan, penilaian itu didasarkan pada pemantauan yang dilakukan pada 19 Mei-24 Mei 2014. ”KPI menemukan indikasi penyimpangan atas prinsip independensi dan adanya kecenderungan memanfaatkan berita untuk kepentingan kelompok tertentu,” kata dia.
Penggunaan pemberitaan untuk kepentingan pihak tertentu, menurut Judhariksawan, melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI Tahun 2012. P3 dan SPS itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Merugikan masyarakat
Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Mahfudz Siddiq bahkan menilai sejumlah media, terutama lembaga penyiaran, sudah menjadi partisan pada Pemilu Presiden 2014. Akibatnya, isi siaran, baik iklan, pemberitaan, maupun program, dipenuhi dengan misi kampanye capres-cawapres. Ini karena pemilik media merupakan orang politik yang dilibatkan dalam pemenangan pemilu presiden.
"Kondisinya sama dengan ketika pemilu legislatif, sejumlah lembaga penyiaran juga jadi partisan karena pemiliknya, owner-nya, orang politik," ujar Mahfudz.
Mahfudz mengatakan, kondisi ini tidak sehat karena prinsip independensi media sudah terdistorsi. Keberpihakan media ini justru merugikan masyarakat karena masyarakat tak mendapatkan informasi yang berimbang tentang kedua pasangan capres-cawapres.
Komisi I DPR mengingatkan media massa, khususnya lembaga penyiaran, untuk tetap berkomitmen menegakkan independensi media. KPI bersama Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu diharapkan membuat aturan yang tegas untuk menjaga independensi media. "Hal yang lebih penting adalah implementasi peraturannya karena pada pemilu legislatif, tingkat kepatuhan kepada KPI belum maksimal," kata Mahfudz.
Seusai rapat dengan Komisi I, Komisioner KPI Idy Muzayyad menegaskan, pihaknya akan membahas sanksi untuk lembaga penyiaran yang terindikasi tidak netral. Sesuai dengan UU No 32/2002, lembaga penyiaran yang terbukti melanggar, pertama, akan mendapat teguran. Apabila teguran tidak diindahkan, maka KPI dapat merekomendasikan pencabutan izin siaran media tersebut kepada Menteri Komunikasi dan Informatika. (NTA)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.