Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Intelijen Petakan Sejumlah Kerawanan Pemilu

Kompas.com - 12/03/2014, 11:49 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Badan Intelijen Negara Letnan Jenderal (Purn) Marciano Norman yang ditemui di Markas BIN, Jakarta, Selasa (11/3), mengatakan telah memetakan dan mengantisipasi sejumlah kerawanan yang bisa mengganggu Pemilu 2014.

”Kita melakukan mapping potensi ancaman dan antisipasinya. Ancaman golongan putih, jaringan kelompok radikal dan separatis, eskalasi suhu politik, kecurangan TI, dan netralitas aparat serta lembaga intelijen diperhatikan saksama. Ada skenario kelompok yang tidak menerima kekalahan dalam pemilu berbuat kekacauan. Adapun aparat intelijen yang melakukan pelanggaran berat dalam pemilu akan ditindak tegas,” tutur Marciano.

Dia menjelaskan, 75 persen Komunitas Intelijen Daerah sudah ditempatkan lama sehingga mengenal persoalan di daerah penugasan. Marciano, Komandan Paspampres era Susilo Bambang Yudhoyono, mengingatkan, kriteria kepemimpinan untuk menghargai dan melanjutkan karya positif presiden dari era Soekarno, Soeharto, Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati, hingga SBY.

Ditanya kemungkinan pergantian atau mundurnya petinggi TNI terkait pemilihan presiden, Kepala BIN mengatakan, mekanisme pergantian atau pengaderan di TNI sudah terbentuk sehingga tidak akan mengganggu.

BIN telah memberikan masukan kepada penyelenggara pemilu untuk antisipatif dan menyelesaikan masalah daftar pemilih tetap (DPT), tidak ada keraguan terhadap status anggota KPU, KPUD, dan Bawaslu agar bisa bekerja maksimal dan kesiapan logistik pemilu.
Prinsip kehati-hatian

Terkait tahapan pelaksanaan pemilu, KPU menolak disebut lambat dalam menetapkan diskualifikasi bagi peserta pemilu, yaitu partai politik dan calon anggota DPD yang terlambat menyampaikan laporan awal dana kampanye. Dalam teks UU jelas disebutkan, yang terlambat melaporkan, sanksinya diskualifikasi sebagai peserta pemilu di wilayah setempat.

”Kami sebagai pejabat negara terikat asas-asas pemerintahan yang baik. Kami tak bisa buat keputusan sewenang-wenang,” kata Komisioner KPU, Ida Budhiati, yang ingin mendapat penjelasan lengkap terlebih dulu dari provinsi dan kabupaten/kota.

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat M Afifuddin mendesak KPU segera memublikasikan peserta pemilu yang terlambat. Semakin lama KPU mengulur waktu, semakin terbuka ruang politik transaksional peserta dengan penyelenggara.

”Ini sekali lagi menunjukkan gamang dan ragunya KPU memutus peserta pemilu yang seharusnya didiskualifikasi. Padahal, KPU provinsi sudah memberi laporan,” kata Afifuddin.

Ida menjelaskan, kasusnya tak sesederhana gamang atau tidak gamang. Dalam sebuah sengketa, KPU pernah diberi pesan agar lebih berhati-hati, apalagi jika berkaitan dengan pencabutan hak, dalam hal ini hak warga untuk menjadi kandidat.

”Kalau ada keadaan di luar kewenangan yang bersangkutan sehingga terlambat, itu patut dipertimbangkan. Kami ingin informasi data yang akurat dari KPU berbagai daerah,” kata Ida.

Pada Rabu ini, KPU akan melakukan rapat kerja dengan KPU provinsi seluruh Indonesia guna memvalidasi dan mengonfirmasi peserta pemilu yang terlambat menyerahkan laporan untuk diplenokan. (ONG/AMR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Bakal Jemput Bola Kader untuk Maju di Pilkada Sumut

PDI-P Bakal Jemput Bola Kader untuk Maju di Pilkada Sumut

Nasional
Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen TNI AD, Dian Andriani Harap Kowad Lain Menyusul

Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen TNI AD, Dian Andriani Harap Kowad Lain Menyusul

Nasional
Jokowi Bakal Tinjau Lokasi Banjir Lahar di Sumbar Pekan Depan

Jokowi Bakal Tinjau Lokasi Banjir Lahar di Sumbar Pekan Depan

Nasional
Nurul Ghufron Tak Hadir karena Belum Tuntas Siapkan Pembelaan, Dewas KPK Tunda Sidang Etik

Nurul Ghufron Tak Hadir karena Belum Tuntas Siapkan Pembelaan, Dewas KPK Tunda Sidang Etik

Nasional
PDI-P Tuding Jokowi Cawe-cawe Pilkada dengan Bansos Beras, Ngabalin: Segera Lah Move on

PDI-P Tuding Jokowi Cawe-cawe Pilkada dengan Bansos Beras, Ngabalin: Segera Lah Move on

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Ngabalin: Mudah-mudahan Cepat, Itu Arah Haluan Prabowo-Gibran

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Ngabalin: Mudah-mudahan Cepat, Itu Arah Haluan Prabowo-Gibran

Nasional
Risma Relokasi 2 Posko Pengungsian Banjir Lahar Dingin di Sumbar yang Berada di Zona Merah

Risma Relokasi 2 Posko Pengungsian Banjir Lahar Dingin di Sumbar yang Berada di Zona Merah

Nasional
Ahok Masuk Bursa Bacagub Sumut, PDI-P: Prosesnya Masih Panjang

Ahok Masuk Bursa Bacagub Sumut, PDI-P: Prosesnya Masih Panjang

Nasional
Bantah PDI-P soal Jokowi Menyibukkan Diri, Ali Ngabalin: Jadwal Padat, Jangan Gitu Cara Ngomongnya...

Bantah PDI-P soal Jokowi Menyibukkan Diri, Ali Ngabalin: Jadwal Padat, Jangan Gitu Cara Ngomongnya...

Nasional
Pimpin Langsung ‘Tactical Floor Game’ WWF di Bali, Luhut: Pastikan Prajurit dan Komandan Lapangan Paham yang Dilakukan

Pimpin Langsung ‘Tactical Floor Game’ WWF di Bali, Luhut: Pastikan Prajurit dan Komandan Lapangan Paham yang Dilakukan

Nasional
Setara Institute: RUU Penyiaran Berpotensi Perburuk Kebebasan Berekspresi melalui Pemasungan Pers

Setara Institute: RUU Penyiaran Berpotensi Perburuk Kebebasan Berekspresi melalui Pemasungan Pers

Nasional
Masuk Daftar Cagub DKI dari PDI-P, Risma: Belum Tahu, Wong Masih di Kantong...

Masuk Daftar Cagub DKI dari PDI-P, Risma: Belum Tahu, Wong Masih di Kantong...

Nasional
KPK Geledah Lagi Rumah di Makassar Terkait TPPU SYL

KPK Geledah Lagi Rumah di Makassar Terkait TPPU SYL

Nasional
Puan Minta DPR dan IPU Fokus Sukseskan Pertemuan Parlemen pada Forum Air Dunia Ke-10

Puan Minta DPR dan IPU Fokus Sukseskan Pertemuan Parlemen pada Forum Air Dunia Ke-10

Nasional
Yusril: Serahkan kepada Presiden untuk Bentuk Kabinet Tanpa Dibatasi Jumlah Kementeriannya

Yusril: Serahkan kepada Presiden untuk Bentuk Kabinet Tanpa Dibatasi Jumlah Kementeriannya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com