Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suryadharma Sebut KPK Sangat Naif jika Menilai Dana Saksi Rawan Dikorupsi

Kompas.com - 07/02/2014, 22:48 WIB
Sabrina Asril

Penulis


BANDUNG, KOMPAS.com
 — Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tetap berpandangan bahwa partai politik membutuhkan pendanaan untuk membayar saksi parpol. PPP tak sependapat dengan pernyataan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang beranggapan bahwa dana saksi parpol rawan dikorupsi.

Pernyataan KPK itu bahkan disebut naif oleh Ketua Umum PPP Suryadharma Ali saat jumpa pers di sela-sela acara Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) II PPP di Bandung, Jawa Barat, Jumat (7/2/2014).

“Sangat naif untuk menilai dana pemilu dan dana saksi itu adalah dana yang rawan dikorupsi. Naif pula kalau dana saksi itu disebutkan untuk parpol. Ini bukan untuk parpol, melainkan untuk kepentingan penyelenggara pemilu. Kepentingan bersama,” ujar Suryadharma.

Suryadharma menyadari ada dua pandangan terkait dana saksi parpol, yakni kelompok yang menolak dan menerima. PPP, katanya, menerima rencana pengalokasian dana saksi parpol. Menurutnya, dana saksi parpol adalah iktikad baik untuk meningkatkan transparansi dan kualitas pemilu. Dia berkaca pada Pemilu 2009 ketika terdapat 570 kursi yang disengketakan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dengan adanya dana saksi parpol, Suryadharma berkeyakinan bahwa pelaksanaan pemilu akan lebih bersih dan mencegah terjadinya kecurangan karena parpol mampu menempatkan saksi di setiap tempat pemungutan suara (TPS) yang ada di Indonesia.

“Dalam bayangan saya mudah, Bawaslu sebagai penanggung jawab dan didistribusikan ke setiap TPS. Pembayaran saksi ditentukan oleh saksi dengan bukti tanda tangan di berita acara. Ini kan cuma Rp 1,2 juta. Maka saya harap, pemerintah juga memerhatikan pandangan-pandangan lain yang memberikan persetujuan pada dana saksi ini,” kata Menteri Agama RI itu.

Seperti diberitakan, pemerintah berencana membayar saksi parpol yang akan ditempatkan di setiap TPS. Hal itu untuk mengantisipasi kekurangan dana yang kerap dikeluhkan parpol. Setiap saksi akan dibayar Rp 100.000 untuk mengawasi pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS.

Untuk honor saksi parpol, pemerintah menganggarkan Rp 660 miliar. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan, jadi atau tidaknya kebijakan itu digolkan, hal itu tergantung pada keputusan Bawaslu.

Menurut pihak Kemendagri, peraturan presiden soal dana saksi parpol kemungkinan akan dibuat terpisah dari perpres mitra PPL dan linmas. Saat ini, perpres dana saksi ini masih dibahas untuk merumuskan posisi hukum yang tepat agar tidak ada masalah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com