Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PDI-P: Gugatan UU Pilpres yang Diajukan Yusril Sangat Berbahaya

Kompas.com - 23/12/2013, 15:08 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua DPP Bidang Hukum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Trimedya Panjaitan menilai, uji materi Undang-Undang No 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan bakal calon presiden dari Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra sangat berbahaya. Menurutnya, gugatan itu bisa menimbulkan gonjang-ganjing politik. (Baca: Uji UU Pilpres, Yusril "Bidik" Pembatalan Ambang Batas Suara Pencalonan Capres)

"Dengan uji materi itu, konstelasi politik kita bisa berubah benar," ujar Trimedya seusai acara Refleksi Akhir Tahun PDI-P di Jakarta, Senin (23/12/2013).

Trimedya mengatakan, jika tuntutan Yusril dikabulkan, maka akan semakin banyak calon presiden yang akan maju. Sebab, tidak ada batas presidential threshold sehingga, menurut dia, calon yang maju sebagai capres tidak tersaring dengan baik. 

"Akan berapa banyak nanti capres yang dengan mudah bisa maju? Bagaimana masyarakat memilihnya?" lanjutnya.

Dia menambahkan, gugatan seperti ini juga pernah diajukan ke MK pada tahun 2008 lalu. Saat itu, MK menolak gugatan ini karena dianggap bertentangan dengan undang-undang. Jadi, menurutnya, tidak ada manfaatnya Yusril mengajukan gugatan serupa.

KOMPAS.COM/Sandro Gatra Yusril Izha Mahendra
Gugatan Yusril

Seperti diberitakan, Yusril telah mengajukan gugatan uji materi UU Pilpres ke MK. Yusril meminta agar pelaksanaan pilpres bersamaan dengan pemilihan anggota legislatif. Jadi, semua parpol peserta pemilu bisa mengusung pasangan capres-cawapres.

Jika permohonan ini dikabulkan, syarat pengajuan calon presiden dan wakil presiden tidak memerlukan syarat ambang batas perolehan suara di parlemen.

Kepada wartawan di Jakarta, Jumat (13/12/2013), Yusril mengatakan, substansi UU itu, perihal pendaftaran pasangan capres-cawapres dan pelaksanaan pilpres, bertentangan dengan konstitusi. 

Pendaftaran capres-cawapres diatur dalam Pasal 14 Ayat 2, yakni masa pendaftaran capres-cawapres paling lama tujuh hari setelah penetapan secara nasional pemilu DPR.

Adapun pelaksaan pilpres diatur dalam Pasal 112, yakni dilaksanakan paling lama tiga bulan setelah pengumuman hasil pileg.

Yusril menguji dua pasal tersebut terhadap Pasal 6A Ayat 2 dan Pasal 22E UUD 1945. Pasal 6A Ayat 2 berbunyi, "Pasangan Capres dan cawapres diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilu".

Berdasarkan pasal itu, Yusril menafsirkan semua parpol peserta pemilu bisa mendaftarkan pasangan capres-cawapres ke KPU.

Jadi, menurut dia, 12 parpol bisa mengajukan pemimpin selanjutnya di Pilpres 2014. Selain itu, pelaksanaan pilpres, kata dia, tidak bisa dilaksanakan setelah pileg.

Menurut Yusril, jika pilpres digelar setelah pileg seperti diatur dalam UU Pilpres, maka 12 parpol peserta Pemilu 2014 disebut parpol mantan peserta pemilu. Padahal, kata dia, dalam UUD disebutkan pengusung capres-cawapres adalah parpol atau gabungan parpol peserta pemilu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

2 KRI yang Ikut Amankan WWF di Bali Punya Kemampuan Sistem Reverse Osmosis, Apa Itu?

2 KRI yang Ikut Amankan WWF di Bali Punya Kemampuan Sistem Reverse Osmosis, Apa Itu?

Nasional
Menanti Penjelasan Polri-Kejagung soal Dugaan Densus 88 Buntuti Jampidsus

Menanti Penjelasan Polri-Kejagung soal Dugaan Densus 88 Buntuti Jampidsus

Nasional
Tanda Tanya Pembuntutan Jampidsus oleh Densus 88 dan Perlunya Kejagung-Polri Terbuka

Tanda Tanya Pembuntutan Jampidsus oleh Densus 88 dan Perlunya Kejagung-Polri Terbuka

Nasional
Sidang Praperadilan Sekjen DPR Indra Iskandar Lawan KPK Digelar Hari Ini

Sidang Praperadilan Sekjen DPR Indra Iskandar Lawan KPK Digelar Hari Ini

Nasional
KPK Hadirkan Istri, Anak, dan Cucu SYL Jadi Saksi dalam Sidang Hari Ini

KPK Hadirkan Istri, Anak, dan Cucu SYL Jadi Saksi dalam Sidang Hari Ini

Nasional
[POPULER NASIONAL] Tangis Puan di Rakernas PDI-P | Penjelasan TNI soal Kejagung Dijaga Personel Puspom

[POPULER NASIONAL] Tangis Puan di Rakernas PDI-P | Penjelasan TNI soal Kejagung Dijaga Personel Puspom

Nasional
Rakernas V PDI-P: Air Mata Puan, Tarik-ulur Mega, dan Absennya Prananda

Rakernas V PDI-P: Air Mata Puan, Tarik-ulur Mega, dan Absennya Prananda

Nasional
Megawati: Mungkin Tampangku Cantik, Pintar, Ratunya PDI-P, tapi Aku Ya 'Ratu Preman' Lho...

Megawati: Mungkin Tampangku Cantik, Pintar, Ratunya PDI-P, tapi Aku Ya "Ratu Preman" Lho...

Nasional
Tanggal 30 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soroti Ketimpangan, Megawati: Bisa Beli Handphone, tapi Risma Nangis Ada Juga yang Tinggal di Kandang Kambing

Soroti Ketimpangan, Megawati: Bisa Beli Handphone, tapi Risma Nangis Ada Juga yang Tinggal di Kandang Kambing

Nasional
Ganjar Pranowo: 17 Poin Rekomendasi Rakernas Beri Gambaran Sikap Politik PDIP

Ganjar Pranowo: 17 Poin Rekomendasi Rakernas Beri Gambaran Sikap Politik PDIP

Nasional
Sambut Pilkada 2024, Megawati Minta Kader PDIP Turun ke Akar Rumput

Sambut Pilkada 2024, Megawati Minta Kader PDIP Turun ke Akar Rumput

Nasional
Besok, Joice Triatman dan Pegawai di Nasdem Tower Jadi Saksi di Sidang SYL

Besok, Joice Triatman dan Pegawai di Nasdem Tower Jadi Saksi di Sidang SYL

Nasional
Bongkar Aliran Uang, KPK Bakal Hadirkan Istri, Anak, dan Cucu SYL di Persidangan

Bongkar Aliran Uang, KPK Bakal Hadirkan Istri, Anak, dan Cucu SYL di Persidangan

Nasional
Megawati: Posisi Politik PDI-P Selama Ini Diputuskan dalam Kongres Partai

Megawati: Posisi Politik PDI-P Selama Ini Diputuskan dalam Kongres Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com