Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Penghulu Terima Amplop karena Anggaran Operasional KUA Minim

Kompas.com - 18/12/2013, 13:32 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Terbatasnya anggaran operasional di Kantor Urusan Agama (KUA) menjadi salah satu masalah yang mengakibatkan maraknya penghulu menerima gratifikasi atau pemberian uang di luar ongkos resmi pencatatan nikah. Hal ini merupakan salah satu kesimpulan diskusi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi bersama dengan Kementerian Agama, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat.

“Kondisi penerimaan gratifikasi penghulu disebabkan keterbatasan anggaran di KUA,” kata Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (18/12/2013).

Hadir dalam jumpa pers tersebut Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, Inspektur Jenderal Kementerian Agama M Jasin, Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani, serta perwakilan Kemenkokesra.

Menurut Giri, biaya operasional KUA yang ada selama ini masih minim. Tiap-tiap KUA hanya mendapatkan biaya operasional sekitar Rp 2 juta per bulan.

”Masing-masing KUA Rp 2 juta per bulan, tahun depan naik jadi Rp 3 juta, untuk biaya rutin, honor penjaga kantor, petugas kebersihan, yang lebih kurang dibayar Rp 100.000 per bulan,” tutur Giri.

Selain itu, lanjutnya, hanya sedikit KUA yang memiliki kendaraan operasional untuk digunakan para penghulu mendatangi calon pengantin. Kalaupun ada kendaraan operasional, kata Giri, jarang dibarengi dengan biaya pemeliharaan.

“Tidak ada sarana atau prasarana bagi penghulu untuk mendatangi calon pengantin. Ini menjadi alasan pembenaran penerimaan gratifikasi walaupun atas dasar kerelaan,” ujarnya.

Untuk mengatasi masalah tersebut, KPK bersama dengan kementerian terkait mencoba membangun sistem yang diharapkan mampu menciptakan pelayanan nikah yang lebih bersih. Hasil diskusi KPK dengan sejumlah kementerian tersebut disepakati sejumlah solusi. Adapun solusi yang pertama adalah dengan membebankan pada APBN biaya operasional penghulu yang menikahkan di luar KUA atau di luar jam kerja.

“Biaya operasional di luar kantor atau di luar jam kerja dibebankan pada APBN, tidak boleh lagi menerima dari pihak yang bukan resmi,” ujar Giri.

Solusi kedua, lanjut Giri, dengan mengubah Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2004 yang mengatur tentang biaya administrasi pencatatan nikah dan cerai. Namun, Giri tidak menjelaskan bagian mana dari PP yang perlu diubah.

“Paling lambat akhir Januari 2014,” ucapnya.

Dia menambahkan, sambil menunggu terbitnya PP yang baru, Kemenag akan mengeluarkan edaran catatan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com