JAKARTA, KOMPAS.com —
Wakil Presiden Boediono sebagai sosok negarawan diminta untuk mengungkap siapa saja yang dapat dianggap sebagai pihak yang menyalahgunakan dana talangan Bank Century.

”Pihak-pihak itu siapa, tentu yang mengetahui adalah Wapres sendiri,” kata mantan anggota Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Century dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR, Romahurmuziy, Senin (25/11/2013), menyikapi pemeriksaan yang sudah dilakukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Boediono yang pada saat terjadinya kasus Century menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI).

Pemeriksaan dilakukan di Kantor Wapres, Sabtu lalu, setelah KPK meminta keterangan mantan Wapres Jusuf Kalla. Kalla saat itu menegaskan, pemberian dana talangan kepada Bank Century yang mencapai Rp 6,7 triliun itu merupakan perampokan uang negara.

Menurut Romahurmuziy, penjelasan Wapres Boediono seusai diperiksa KPK, Sabtu lalu, merupakan penjelasan seorang negarawan. Kebijakan pemberian dana talangan untuk Bank Century juga diambil untuk menyelamatkan perekonomian bangsa.

Namun, ada hal yang harus dicermati dari penjelasan Wapres itu, yakni tentang adanya pihak-pihak yang menyalahgunakan kebijakan pemberian dana talangan (bail out). Dari keterangan itu, Romahurmuziy memperkirakan, ada pihak-pihak yang sengaja menyalahgunakan kebijakan tersebut.

Sementara itu, mantan anggota Pansus Hak Angket Bank Century DPR, Eva Kusuma Sundari, menganggap Wapres Boediono sebagai pihak yang harus bertanggung jawab atas pemberian dana talangan Rp 6,7 triliun untuk Bank Century pada tahun 2009. Pasalnya, kebijakan bail out tidak akan diambil tanpa persetujuan dari Gubernur BI yang saat itu dijabat Boediono.

”Boediono harus tanggung jawab karena ide bail out dari BI tak akan bergulir ke KSSK (Komite Stabilitas Sektor Keuangan) dan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) tanpa persetujuan Boediono sebagai Gubernur BI,” katanya.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu menjelaskan, KSSK tidak mungkin memberikan persetujuan pemberian dana talangan tanpa disetujui BI. Begitu pula LPS tidak akan mencairkan dana talangan tanpa persetujuan Gubernur BI.

Perihal kenaikan nilai dana talangan dari Rp 632 miliar menjadi Rp 6,7 triliun, lanjut Eva, hal itu juga menjadi tanggung jawab BI. Sebab, nilai dana talangan diberikan berdasarkan hasil analisis BI.

Eva mengingatkan semua pihak yang dimintai keterangan agar memberikan penjelasan sesuai kenyataan yang terjadi. Apalagi, fakta tentang penyimpangan dalam pemberian dana talangan untuk Bank Century sudah dimiliki Pansus Hak Angket Bank Century DPR.

Boediono juga diharapkan dapat memberikan keterangan sesuai dengan apa yang terjadi selama pengeluaran kebijakan pemberian dana talangan. Jangan malah memberikan opini jika langkah yang diambil BI merupakan sesuatu yang mulia karena bertujuan menyelamatkan perekonomian bangsa.

Mantan anggota Pansus Hak Angket Century, Bambang Soesatyo, juga berharap Boediono memberikan keterangan sesuai fakta yang terjadi. Sebab, politisi Partai Golkar itu menilai, keterangan yang disampaikan Wapres Boediono bertolak belakang dengan temuan Pansus Hak Angket Century yang menyatakan ada penyimpangan dalam pemberian dana talangan tersebut.

”Kalau mengambil kebijakan (bail out) dengan hati yang bersih, tentu tidak akan ada temuan BPK,” ucapnya.

Politisi Partai Golkar itu kembali mempertanyakan pembengkakan nilai dana talangan yang juga sempat ditanyakan Menteri Keuangan (saat itu) Sri Mulyani sebagai Ketua KSSK. ”Awalnya dana bail out disepakati sebesar Rp 632 miliar. Tetapi, tiba-tiba dalam waktu dua hari berubah menjadi Rp 2,5 triliun dan beberapa bulan kemudian menjadi Rp 6,7 triliun,” ujarnya.