"Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK ditengarai banyak terjadi penyimpangan dan korupsi alat kesehatan di Banten," katanya.
Ia mengatakan, mark up dihitung dari selisih dari Harga Perkiraan Sementara (HPS) yang seharusnya senilai Rp 106,9 miliar dengan HPS yang digelembungkan nilainya menjadi Rp 123 miliar. Adapun pemeriksaan tersebut dilakukan BPK terhadap 13 dari 15 paket kesehatan yang ditenderkan. Paket kesehatan tersebut mencakup pengadaan alat kedokteran radio hingga bedah saraf, umum, urologi, dan NICU.
"Alat-alat kesehatan yang ditender Dinkes (Dinas Kesehatan) Banten itu digunakan untuk rumah sakit rujukan dan laboratorium daerah di Banten," ujarnya.
Firdaus menuturkan, berdasarkan hasil pemeriksaan BPK ditemukan tiga indikasi alat kesehatan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan. Ketiga indikasi tersebut masing-masing adalah alat kesehatan yang tidak lengkap dengan total nilai sebesar Rp 5,7 miliar, alat kesehatan yang tidak sesuai spesifikasi kontrak senilai Rp 6,3 miliar, serta alat kesehatan yang tidak ada saat pemeriksaan fisik senilai Rp 18,5 miliar.
Firdaus juga menyebutkan, setidaknya ada tujuh perusahaan rekanan yang memenangi tender proyek pengadaan alat kesehatan tersebut. Ketujuh perusahaan tersebut adalah PT Adca Mandiri, PT Buana Wardana Utama, CV Bina Sadaya, PT Mikkindo Adiguna Pratama, PT Marbago Duta Persada, PT Waliman Nugraha Jaya, dan CV Radefa.
"Perusahaan-perusahaan itu juga diduga merupakan perusahaan yang langsung dimiliki oleh Wawan (adik Atut) atau perusahaan yang berafiliasi dengan keluarga Atut," jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.