Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Janji Politisi Menjerat, Apatisme Meningkat

Kompas.com - 01/11/2013, 15:25 WIB
Stefanus Osa Triyatna

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Ketidakpercayaan pemilih perlu diwaspadai sejak dini. Sikap apatis pemilih yang dapat menyebar luas secara cepat melalui berbagai media sosial mampu merusak partisipasi pemilih terhadap Pemilu 2014. Saat ini, rakyat banyak yang merasa telah ”tersandera” oleh janji-janji politisi semata.

Hal itu mengemuka dalam diskusi publik bertajuk ”Tantangan dan Kualitas Pemilu 2014” yang diselenggarakan Jaringan Aktivis Pro-Demokrasi, di Jakarta, Kamis (31/10). Hadir sebagai narasumber anggota Komisi II DPR Abdul Malik Haramain dan pengamat politik Radhar Panca Dahana.

Malik mengatakan, sejumlah perdebatan masih berlangsung dan cenderung menguat menjelang Pemilu 2014. Perdebatan tersebut, antara lain, menyangkut besaran partisipasi publik, kekisruhan daftar pemilih tetap (DPT), aturan-aturan main dalam proses kampanye, serta pupusnya harapan terhadap Mahkamah Konstitusi sebagai garda penegak hukum, terutama dalam mencari keadilan atas persengketaan Pemilu 2014.

”Apakah pemilu hanya menjadi kegiatan reguler dan menjadi pesta transaksional? Ataukah, sungguh-sungguh menjadi pesta demokrasi yang transparan, jujur, dan adil? Kunci masalahnya adalah ketidakpercayaan rakyat terhadap lembaga-lembaga pemerintah. Situasi ini membuat sikap apatis dan pesimistis,” kata Malik.

Ketidakpercayaan rakyat juga terjadi karena mereka tidak merasakan hasil positif dari penyelenggaraan pemilu. Ada perilaku-perilaku pejabat legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang justru belakangan ini semakin mempertebal ketidakpercayaan rakyat. Di lain sisi, semua pihak didorong untuk membangun kembali kepercayaan rakyat dalam memilih wakil rakyat dan pemimpin masa depan.

Namun, yang menjadi masalah adalah sebagian rakyat sudah telanjur anti terhadap partai politik yang merembet pada sikap antidemokrasi.

Terhadap masalah DPT, misalnya, Malik tidak yakin akan menghasilkan data yang sempurna. Namun, dibandingkan proses pemilu sebelumnya, penentuan DPT saat ini merupakan langkah paling baik yang dilakukan KPU.
Praktis, bukan ideologis

Radhar menuturkan hal senada. Menurut dia, sikap apatis terjadi karena seluruh gagasan demokrasi yang hendak dibangun ternyata dirasakan tidak ada realisasinya. Demokrasi sebagai manifestasi pemilu sudah mengalami kekeliruan pemahaman.

”Yang dilihat rakyat dalam pesta demokrasi sekarang ini adalah sangat praktis. Bukan sekadar gagasan ideologis yang ditawarkan partai politik. Praktis karena sebagian besar rakyat masih melihatnya dengan tolok ukur besaran uang yang diberikan oleh politisi,” kata Radhar.

Saat ini, kata Radhar, rakyat sudah tersandera begitu melihat wakil rakyat dan presiden pilihannya ternyata tidak sesuai harapannya. Atas kekecewaan itu, rakyat tersandera selama lima tahun karena tidak bisa menarik kembali dukungan suaranya.

Untuk mengobati kekecewaannya, rakyat harus menunggu lima tahun untuk mengalihkan dukungan suaranya dalam pemilu selanjutnya. Ironisnya, begitu masa jabatan wakil rakyat akan berakhir, politisi kembali menggunakan uang untuk ”mengobati” kekecewaan rakyat. Rakyat yang lupa akhirnya memilih kembali mereka. (OSA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com