“Soal pemilihan hakim sudah diatur di konstitusi pasal 24C ayat 6 yaitu soal pengangkatan, dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang MK diatur dengan undang-undang. Jadi menurutku, perppu sepatutnya ditolak DPR karena isinya tidak sesuai UUD dan situasi emergency tidak berdasar mengingat kasus sudah ditangani secara hukum jadi tidak perlu penyelesaian politik,” ujar Eva di Jakarta, Jumat (18/10/2013).
Selain itu, Eva juga menyoroti isi Perppu yang akan mengatur pemilihan hakim konstitusi melalui tim penilai. Tim ini akan menilai usulan calon hakikm yang diajukan Mahkamah Agung, Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Menurut Eva, tim panel itu seharusnya bekerja sebelum pengambilan keputusan oleh DPR, MA, dan Presiden seperti praktek tim seleski yang dilakukan untuk calon hakim agung selama ini. Sejak revisi UUD 1945, kata Eva, keberadaan lembaga-lembaga tinggi negara setara, tidak ada yang lebih tinggi.
“Jika tim panel dibentuk tanpa melalui proses demokratis, bagaimana mau menilai putusan politik DPR sebagai perwujudan kedaulatan rakyat,” katanya.
Ia menilai seharusnya Perppu dibuat dengan prinsip keterpisahan kekuasaan antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Perppu, lanjut Eva, dibuat bukan untuk isu yang menyebabkan tata negara dilangkahi seperti kewenangan yudikatif dan legislatif yang diambil oleh eksekutif.
Presiden terbitkan Perppu MK
Dalam perppu tentang Mahkamah Konstitusi (MK) yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kamis (17/10/2013) terdapat tiga substansi. Ketiga substansi itu terkait penambahan persyaratan menjadi hakim konstitusi, mekanisme proses seleksi dan pengajuan hakim konstitusi, serta perbaikan sistem pengawasan hakim konstitusi.
Substansi pertama, untuk mendapatkan hakim konstitusi yang makin baik dan dipercaya, syarat hakim konstitusi pada Pasal 15 ayat 2 huruf (i) ditambahkan, 'tidak menjadi anggota parpol dalam jangka waktu paling cepat tujuh tahun sebelum diajukan menjadi hakim konstitusi. Substansi kedua, calon hakim konstitusi akan menjalani uji kepatutan dan kelayakan yang dilaksanakan oleh panel ahli.
Panel ahli yang beranggotakan tujuh orang ini dibentuk oleh Komisi Yudisial. Anggota panel terdiri dari tiga orang yang masing-masing diusulkan oleh MA, DPR, dan pemerintah, serta empat orang pilihan KY atas usulan masyarakat. Keempat ini terdiri dari mantan hakim konstitusi, tokoh masyarakat, akademisi dan praktisi di bidang hukum.
Menko Polhukam Djoko Suyanto mengatakan, penambahan mekanisme ini merupakan respon atas opini publik yang berkembang. Mekanisme dan pengajuan disempurnakan sehingga memperkuat prinsip transparansi dan akuntabilitas sesuai harapan publik seperti yang tercantum pada Pasal 19 UU MK tentang Persyaratan dan Pengajuan Hakim Konstitusi.
Sementara itu, substansi ketiga terkait pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi yang bersifat permanen.
Majelis kehormatan ini terdiri dari lima anggota. Kelimanya adalah mantan hakim konstitusi, praktisi hukum, dua akademisi, serta tokoh masyarakat. Majelis kehormatan ini akan dibantu oleh sebuah sekretariat yang berkedudukan di KY. Sekretariat ini bertugas mengelola rumah tangga dan administrasi majelis kehormatan. Djoko mengatakan, penerbitan perppu ini merupakan upaya Presiden untuk menyelamatkan dan memperkuat MK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.