Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Koruptor Pantasnya Dihukum Mati Saja"

Kompas.com - 08/10/2013, 11:06 WIB
Rahmat Fiansyah

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Sejak pekan lalu, tepatnya Rabu (2/10/2013) malam, pemberitaan media massa dan perhatian publik mengarah pada peristiwa tertangkap tangannya Ketua Mahkamah Konstitusi (kini nonaktif) Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Akil ditangkap dalam sebuah operasi tangkap tangan atas dugaan menerima suap terkait dua sengketa pilkada yang tengah ditangani MK.

Peristiwa ini sangat mengejutkan. Selama ini, MK dikenal sebagai lembaga yang bersih dan mendapatkan kepercayaan tinggi dari masyarakat. Kini, harga diri MK seakan jatuh terjerembab yang mengikis kepercayaan publik.

Masyarakat pun geram sekaligus muak melihat perilaku para petinggi negeri yang dinilai tidak memiliki integritas. Rizal (37), salah seorang pedagang ketoprak keliling di daerah Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, berpendapat, seharusnya para koruptor dijatuhi hukuman mati.

"Pantasnya mereka dihukum mati saja seperti di China," katanya, saat ditemui Kompas.com, di Jakarta, Senin (7/10/2013).

Menurut pria asal Tegal tersebut, hukuman mati akan memberikan efek jera sehingga para pejabat negara lainnya tidak berani melakukan korupsi. Ia pun mengeluhkan hukuman tak sepadan yang diberikan kepada pejabat yang melakukan korupsi.

"Tapi, lihat saja mereka cepat banget keluar (penjara), ya enggak bakalan kapok," ucapnya.

Senada dengan Rizal, Supriyatna (58), salah seorang penjaga mushala di kawasan Medan Merdeka, Jakarta Pusat, juga berpendapat sama. Hukum seberat-beratnya untuk koruptor, termasuk hukuman mati. Supri mengaku mengikuti perkembangan berita politik, baik melalui koran maupun televisi, termasuk penangkapan Akil Mochtar.

"Setiap baca berita, isinya kebanyakan (kasus) korupsi. Saya pikir seperti Pak Jimly (mantan Ketua MK) bilang, Akil Mochtar dihukum mati saja," katanya.

Hukuman mati, menurutnya, bisa memenuhi rasa keadilan masyarakat. Dengan pendapatan yang besar, pejabat negara seharusnya sudah mampu memenuhi kebutuhannya tanpa korupsi.

"Ya biar adil. Masak maling ayam digebukin, koruptor yang merugikan masyarakat enggak dapat hukuman berat," keluhnya.

Ahmad (24), pedagang tahu sumedang, dan Slamet (35), penjual layang-layang, juga menyatakan hal serupa. Menurutnya, hukuman mati pantas diberikan kepada pejabat korup.

"Tapi, enggak semua koruptor dihukum mati. Ada batasnya. Misalnya, korupsi berapa miliar baru dihukum mati," ujar Ahmad.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com