“Kalau pejabat publik menerima (sumbangan), apa pun dalilnya, harus taat dan harus lapor. Kalau caleg incumbent menerima, itu masuk gratifikasi,” ujar Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja usai kuliah “Upaya Pemberantasan Korupsi dan Anatomi Korupsi pada Pelaksanaan Pemilu”, Senin (16/9/2013) di Gedung Komisi Pemilihan Umum, Jakarta Pusat.
Dia mengatakan, meskipun Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif dan Peraturan KPU Nomor 17 tahun 2013 tentang Pedoman Pelaporan Dana Kampanye Peserta Pemilu Legislatif, UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah mengatur hal tersebut.
“Kan ada UU KPK. KPU sudah tahu, UU KPK menangani gratifikasi, tinggal mengutip saja. Yang penting penerimanya pejabat publik, itu termasuk gratifikasi,” pungkas mantan anggota Komisi Kepolisian Nasional itu.
Dia menegaskan, yang terpenting adalah keterbukaan caleg terhadap dana kampanye yang digunakannya. Menurutnya, jika caleg menerima sumbangan dan menggunakannya untuk kampanye, maka harus dilaporkan kepada KPU.
“Kalau dia ada keterbukaan dan peruntukannya untuk kampanye, ada aturan (untuk melaporkan). Kalau dia tak masukan (dalam laporan kampanye), apa ada kaitan dengan jabatannya,” tukas Adnan.
Ia mengatakan, justru lebih menguntungkan bagi caleg untuk melaporkan dana kampanyenya.
“Daripada harus masuk rezim gratifikasi KPK. Padahal kan bukan urusan KPK, karena yang rugi malah calon itu sendiri,” kata dia.
Dia memaklumi jika KPU tidak mengatur perihal gratifikasi tersebut. Pasalnya, kata dia, jika KPU berkeras menerapkan aturan itu akan terjadi penolakan karena hal itu tidak diatur dalam UU Pemilu Legislatif.
“Konsekuensinya, kalau pejabat incumbent, kena aturan (gratifikasi). Mudah-mudahan mereka mau diatur,” tegas Adnan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.