Penetapan Asmadinata sebagai tersangka merupakan hasil pengembangan proses penyidikan perkara suap yang menjerat hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Semarang, Kartini Julianna Marpaung. Kartini telah divonis delapan tahun penjara karena dianggap menerima suap dari Sri Dartuti, kerabat Ketua DPRD Grobogan M Yaeni. Suap diduga diberikan dalam rangka mengatur vonis M Yaeni di Pengadilan Tipikor Semarang.
Dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang juga pakar hukum korupsi, Akhiar Salmi, serta Koordinator Bidang Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho, di Jakarta, Sabtu (14/9), kecewa saat mendapati sejumlah kasus yang melibatkan hakim, terutama hakim tindak pidana korupsi.
Padahal, saat pembentukannya, hakim tipikor pernah berjaya dan paling ditakuti oleh para koruptor dan pembelanya. Jika kasus seperti itu tak segera disikapi serius, niscaya tak akan ada generasi muda idealis yang mau menjadi hakim.
Lima sebab
Diakui Akhiar, situasi seperti itu membuat cara mengajar kepada mahasiswa fakultas hukum harus berbeda. ”Pendidikan sejak dini untuk calon-calon penegak hukum harus kita tinjau. Harus ada yang memotivasi bagaimana agar lulusan terbaik mau peduli terhadap tegaknya hukum di Indonesia,” kata Akhiar.
Emerson mengatakan, sulit berharap lahirnya hakim berkualitas dalam waktu dekat. ”Untuk hakim tindak pidana korupsi, pendidikan mereka saja khusus hakim ad hoc sangat singkat, kurang dari tiga bulan, lalu langsung sidang,” kata Emerson.
ICW termasuk yang gencar mengawasi perekrutan hakim, terutama hakim tipikor. Emerson mengakui, lambat laun memang sistem perekrutan yang diperbaiki dan diperketat akan menghasilkan hakim yang baik.
”Pada periode awal, perekrutan tampak buruk karena mengejar kuantitas, mereka yang ditangkap itu hakim periode seleksi awal, kalau dua tahun terakhir agak lumayan, tahun 2012 hanya empat orang hakim, tahun 2013 hanya satu orang hakim,” kata Emerson.
Diakui Emerson, lemahnya penegakan hukum di Indonesia dan banyaknya hakim yang bermasalah membuat profesi hakim memang sudah tak prestisius dan tak menarik lagi untuk dicita-citakan anak muda.
Integritas pribadi
Tertangkapnya hakim ad hoc tipikor dan hakim-hakim lain makin menegaskan bahwa kenaikan remunerasi para hakim tidak memberikan jaminan pada perubahan tingkah laku koruptif. Emerson mengatakan, masalah utama terletak pada integritas pribadi seorang hakim.
”Jika integritas sudah bermasalah, tidak bisa diobati semata dengan peningkatan remunerasi. Langkah tercela dari hakim bisa diminimalkan dengan penguatan fungsi pengawasan,” kata Emerson.
Jumlah hakim yang besar dan rentang wilayah yang luas menyebabkan fungsi pengawasan yang dilakukan MA kurang maksimal. Pelibatan Komisi Yudisial, KPK, dan masyarakat perlu dilakukan. (AMR)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.