Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ratna Dewi Umar Divonis Lima Tahun Penjara

Kompas.com - 02/09/2013, 13:01 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis lima tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan kepada mantan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan, Ratna Dewi Umar, Senin (2/9/2013). Ratna dianggap terbuki melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam empat proyek pengadaan di Departemen Kesehatan pada 2006 hingga 2007.

"Menyatakan Ratna Dewi Umar terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam dakwaan subsider," kata Ketua Majelis Hakim Nawawi Pomolango dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Putusan ini sempat tertunda pembacaannya. Sedianya putusan Ratna dibacakan pada 29 Agustus lalu, namun ditunda karena saat itu putusan yang akan dibacakan belum sempurna. Putusan majelis hakim yang dibacakan hari ini hampir sama dengan tuntutan jaksa. Sebelumnya jaksa

KPK menuntut Ratna dihukum lima tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara. Hanya saja, jaksa menilai Ratna terbukti melanggar pasal dalam dakwaan primer, yakni Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP, sementara majelis hakim menganggap Ratna terbukti melanggar Pasal 3 dalam undang-undang yang sama.

Menurut majelis hakim, Ratna terbukti bersama-sama menyalahgunakan kewenangannya untuk menguntungkan diri sendiri, pihak lain, atau suatu korporasi yang mengakibatkan kerugian negara. Namun majelis hakim menilai Ratna tidak terbukti mengambil keuntungan pribadi dari proyek ini sehingga dia tidak dibebankan untuk mengganti uang kerugian negara.

Adapun korporasi yang diuntungkan dari perbuatan Ratna ini adalah PT Rajawali Nusindo, dan PT Kimia Farma Trading. Total kerugian negara dalam empat proyek pengadaan ini, menurut hakim, mencapai Rp 50,4 miliar.

Keempat proyek yang dikorupsi itu adalah, pengadaan alat kesehatan dan perbekalan dalam rangka wabah flu burung tahun anggaran 2006 di Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, penggunaan sisa dana Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun anggaran 2006 pada Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar Ditjen Bina Pelayanan Medik Depkes, pengadaan peralatan kesehatan untuk melengkapi rumah sakit rujukan penanganan flu burung dari DIPA anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) perubahan tahun anggaran 2007, serta pengadaan reagen dan consumable penanganan virus flu burung dari DIPA APBN-P tahun anggaran 2007.

TRIBUNNEWS/DANY PERMANA Mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari, menggelar konferensi pers di kediamannya, Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Rabu (25/4/2012). Dalam konferensi pers tersebut, Siti menjelaskan mengenai kronoligis kasusnya sampai dia menjadi tersangka.

Dalam pertimbangannya majelis hakim menguraikan, Ratna terbukti mengarahkan panitia pengadaan untuk melakukan penunjukkan langsung terhadap perusahaan tertentu sesuai dengan arahan dari Menteri Kesehatan ketika itu, Siti Fadilah Supari. Metode penunjukkan langsung ini dianggap hakim menyalahi peraturan presiden tentang pengadaan barang dan jasa.

"Terdakwa yang menjabat PPK (pejabat pembuat komitmen) merangkap KPA (kuasa pengguna anggaran) setelah mendapatkan arahan dari Siti agar melakukan penunjukkan langsung, berbicara dengan Rudi selanjutnya Sutiko dan mengarahkan agar berhubungan dengan panitia pengadaan," tutur hakim Made Hendra.

Adapun Rudi yang dimaksud dalam putusan hakim tersebut adalah Direktur PT Rajawali Nusindo Rudi Tanoesoedibjo yang pernah diperiksa sebagai saksi dalam persidangan Ratna. Hakim juga menolak pembelaan tim pengacara Ratnya yang mengatakan bahwa kliennya hanya mengikuti perintah atasannya.

Menurut hakim, perintah dari Siti yang mengarahkan agar proyek alkes tersebut dilaksanakan melalui penunjukkan langsung, bukanlah perintah yang sah. Hakim menilai, perintah ini tidak sah karena Siti selaku menteri tidak berwenang menentukan perusahaan yang diinginkannya sebagai pemenang tender proyek.

"Melaksanakannya artinya melaksanakan perintah yang tidak sah," tambah hakim Made Hendra.

Merasa dikorbankan

Menanggapi putusan ini, Ratna menyatakan akan berkonsultasi dengan pengacaranya dulu apakah akan mengajukan banding atau tidak. Wanita yang mengenakan atasan biru tua dan rok hitam ini tampak tidak menangis saat mendengarkan amar putusan hakim dibacakan. Seusai persidangan, Ratna menyatakan dia merasa dikorbankan oleh Siti. Dia pun menyebut Siti harus ikut bertanggung jawab atas kasusnya ini.

"Jelas (harus bertanggung jawab)," kata Ratna.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Nasional
Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Nasional
Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Nasional
Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Nasional
Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Nasional
Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com