Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Patrialis Akbar Resmi Jadi Hakim Konstitusi

Kompas.com - 13/08/2013, 11:46 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Meski dikritik berbagai pihak, pengambilan sumpah Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi tetap dilakukan. Patrialis resmi menggantikan Achmad Sodiki yang berakhir masa jabatannya sebagai hakim konstitusi.

Pengambilan sumpah dilakukan di Istana Negara, Jakarta, Selasa (13/8/2013). Selain Patrialis, ikut diambil sumpahnya dua hakim konstitusi lain, yakni Maria Farida Indrati dan Akil Mochtar. Masa jabatan Maria diperpanjang untuk periode kedua oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Sodiki yang juga usulan pemerintah tidak diperpanjang masa jabatannya lantaran mendekati masa pensiun hakim konstitusi, yakni 70 tahun. Adapun masa jabatan Akil yang kini menjabat Ketua MK diperpanjang oleh DPR.

Di hadapan Presiden, Patrialis, Akil, dan Maria mengucapkan sumpah janji sebagai hakim konstitusi. Hadir pula Wakil Presiden Boediono, jajaran kabinet, pimpinan lembaga tinggi negara, serta hakim konstitusi lainnya. Setelah itu, dilakukan penandatanganan berita acara pengambilan sumpah oleh Patrialis dan Presiden. Prosesi diakhiri ucapan selamat dari seluruh hadirin.

Sebenarnya, Patrialis pernah mengikuti proses seleksi hakim konstitusi di DPR pada Februari 2013. Ia diusulkan oleh Fraksi Partai Amanat Nasional dan Fraksi Partai Gerindra. Seperti diketahui, dalam Undang-Undang MK, disebutkan proses pemilihan hakim konstitusi diserahkan kepada Presiden, Mahkamah Agung, dan DPR. Masing-masing memilih tiga orang.

Namun, sebelum dilakukan fit and propert test di Komisi III, Patrialis mengundurkan diri dengan alasan belum siap. Dua kandidat lain juga mengambil langkah serupa, yakni Lodewijk Gultom dan Ni'matul Huda. Pada proses akhir, DPR memilih Arief Hidayat untuk menggantikan Mahfud MD.

Ketika terungkap Presiden menetapkan Patrialis sebagai hakim konstitusi, berbagai LSM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK (Koalisi-MK) mengkritik. Bahkan, mereka mengirimkan somasi kepada Presiden agar membatalkan keputusannya.

Karena somasi tidak digubris, mereka mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Presiden dianggap melanggar UU MK dengan tidak terlebih dulu memublikasikan calon sebelum penetapan.

Di luar masalah prosedur, mereka juga mengaitkan dengan kinerja Patrialis selama menjabat Menteri Hukum dan HAM. Sorotan tajam ketika itu ialah skandal sel mewah Artalyta Suryani alias Ayin hingga obral remisi bagi koruptor.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com