JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Patrialis Akbar dinilai tidak layak menjadi hakim konstitusi. Patrialis dinilai memiliki rekam jejak yang buruk dan belum bisa disebut sebagai negarawan.
"Dari kapasitas, saya nilai dia (Patrialis) tidak layak menjadi hakim konstitusi," kata Alvon Kurnia Palma Ketua Badan Pengurus YLBHI saat jumpa pers terkait somasi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta, Selasa (6/8/2013).
YLBHI adalah salah satu organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK (Koalisi-MK). Mereka menyampaikan somasi kepada Presiden agar pengangkatan Patrialis sebagai hakim konstitusi dibatalkan.
Alvon menyinggung berbagai persoalan ketika Patrialis menjabat Menteri Hukum dan HAM, seperti skandal sel mewah Artalyta Suryani alias Ayin hingga obral remisi bagi koruptor.
Meski demikian, Alvon dan anggota Koalisi-MK lainnya tidak fokus terhadap personal Patrialis. Mereka lebih menyoroti pengangkatan Patrialis sebagai hakim konstitusi oleh Presiden yang dianggap tidak sesuai prosedur atau melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang MK.
Mereka mengutip penjelasan Pasal 18 UU MK yang disebutkan bahwa calon hakim konstitusi dipublikasikan di media massa, baik cetak maupun elektronik, sehingga masyarakat mempunyai kesempatan untuk ikut memberi masukan atas calon hakim yang bersangkutan. Alvon menyayangkan, sebelum mengangkat Patrialis, Presiden tidak terlebih dulu menyampaikannya kepada publik.
Koalisi-MK menganggap pemilihan hakim konstitusi yang catat hukum, tidak transparan, tidak akuntablel, dan tanpa partisipasi publik bisa merusak kredibilitas MK nantinya. Padahal, peran MK sangat penting.
"Bisa jadi upaya menyelundupkan hakim MK bagian dari melemahkan MK secara internal. Presiden bisa dicurigai sebagai orang yang mencoba menumpulkan MK dengan menempatkan orang yang dipilih secara tidak transparan dan partisipatif," kata Erwin dari Indonesia Legal Roundtable.
Febridiansyah dari Indonesia Corruption Watch berharap Presiden berjiwa besar dengan membatalkan pengangkatan Patrialis. Jika tidak, pihaknya akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Seperti diberitakan, Presiden telah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 87/P Tahun 2013 tertanggal 22 Juli 2013 yang memberhentikan dengan hormat Achmad Sodiki dan Maria Farida Indrati sebagai hakim konstitusi. Presiden lalu mengangkat kembali Maria. Selain itu, diangkat juga Patrialis untuk menggantikan Achmad.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.