Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi-Jusuf Kalla Kombinasi Andalan 2014

Kompas.com - 20/07/2013, 08:35 WIB
L Sastra Wijaya

Penulis

Oleh: L Sastra Wijaya      

Dari hari ke hari, tampaknya semakin jelas siapa yang diinginkan rakyat Indonesia untuk menjadi presiden di tahun 2014. Di kalangan partai politik, nama Jokowi coba "dikesampingkan" ketika mereka bicara soal presiden, tetapi nama ini secara tidak sadar berada di benak mereka.

Bagi rakyat banyak—yang tampak dari media maupun jajak pendapat—terus mengusung Gubernur DKI Jakarta ini untuk mau dicalonkan atau mencalonkan diri. Memang masih ada berbagai "ujian" bagi Jokowi untuk melihat apakah namanya akan terus berkibar sampai menjelang pemilihan tahun depan.

Ujian terbesar tampaknya akan terjadi pada pemilu, apakah partainya, PDI-P, mendapatkan suara cukup besar, di atas threshold sehingga bisa mengusulkan calon presiden dan calon wakil presiden tanpa bergantung pada partai lain.

Karena "pilihan" rakyat sudah semakin jelas, yang lebih penting sekarang adalah mencari calon wakil presiden yang ideal untuk mendampingi Jokowi. Menurut saya, calon ideal tersebut adalah mantan wakil presiden semasa pemerintahan SBY yang pertama, Jusuf Kalla.

Ada tiga alasan menurut saya mengapa Jusuf Kalla paling pantas. Masalahnya adalah apakah Jusuf Kalla bersedia bagi jabatan tersebut karena setelah menjadi wakil presiden, tokoh asal Sulawesi Selatan ini mencalonkan diri sebagai presiden walau kemudian kalah dari Presiden SBY.

Pertama, pengaruh Jusuf Kalla (JK) di Golkar masih besar. Guna mendampingi Jokowi, banyak orang juga mengusulkan kemungkinan Jokowi berpasangan dengan Dahlan Iskan (Menteri BUMN) atau Mahfud MD (mantan ketua Mahkamah Konstitusi). Menurut saya, guna mendampingi Jokowi diperlukan seorang tokoh yang berasal dari partai besar. Walau Jusuf Kalla sudah tidak lagi menduduki jabatan apapun di Golkar, karena pernah menjadi ketua partai berlambang beringin tersebut, ia pasti menyisakan pengaruh. 

Dahlan Iskan dan Mahfud MD tidak memiliki dukungan partai politik cukup kuat. Golkar sudah dipastikan akan mencalonkan ketuanya yang sekarang Aburizal Bakrie, tetapi kepopuleran Ical sejauh ini membuatnya sulit untuk terpilih karena berbagai bisnis masa lalunya, seperti kasus Lapindo. Beban yang dibawa oleh Jusuf Kalla lebih kecil dibandingkan apa yang disandang oleh Aburizal Bakrie. Bila JK mendampingi Jokowi, nantinya di DPR, JK akan bisa menggunakan pengaruhnya di masa lalu untuk membantu pemerintahan.

Kedua, pengalaman JK sebagai wakil presiden. Selain keinginan beberapa kalangan agar Jokowi berkonsentrasi dulu mengurus DKI, lawan politik sudah mengungkapkan apakah Jokowi memiliki pengalaman cukup untuk melakukan negosiasi dengan berbagai partai atau juga mewakili Indonesia di tingkat internasional.

Di sini kembali Jusuf Kalla bisa berperan menjadi mentor Jokowi dalam berbagai urusan ini karena JK sebelumnya pernah lima tahun menjadi wakil presiden.  Dalam masa pemerintahan SBY-Kalla, peran Ketua PMI ini hampir sama dengan apa yang dilakukan oleh Wakil Gubernur DKI Basuki (Ahok). Jusuf Kalla dan Ahok tidak sekadar menjadi ban serep, tetapi terlihat sangat aktif bekerja untuk menyelesaikan masalah yang ada. Tidak diragukan bahwa kerja dua orang akan memberi hasil lebih baik dari satu orang saja.

Ketiga, duet Jokowi-JK adalah duet sipil. Di zaman Soeharto, Golkar dan PDI-P adalah partai yang berseberangan ideologi. Namun, di zaman reformasi ataupun di Pemilihan Presiden 2014, Jokowi bisa menggandeng Jusuf Kalla (yang mewakili unsur Golkar) karena "lawan" yang mereka hadapi adalah partai berlatar belakang "militer" Hanura (Wiranto), Gerindra (Probowo), dan Demokrat (bila mereka mencalonkan Pramono Edhie). Sebagai partai sekuler, PDI-P dan Golkar juga menghadapi partai-partai dengan latar belakang Islam, seperti PKS, PPP, PBB atau PKB.

Faktor ketiga ini tidaklah penting-penting sekali. Namun, setelah Presiden SBY (dengan latar belakang militer) menjabat dua kali, sekarang ini untuk pertama kalinya Indonesia memiliki calon presiden dengan latar belakang sipil yang kuat.

Saya mengusulkan kombinasi Jokowi-Jusuf Kalla. Apakah kombinasi ini bisa di balik dengan kombinasi Jusuf Kalla-Jokowi? Ini bisa saja terjadi, tetapi faktor Jokowi akan ditentukan oleh keberhasilan PDI-P dalam meraih suara di pemilu, bukan faktor Jusuf Kalla di Golkar.

Bila PDIP mengusung Jokowi sebagai juru kampanye dan partai kepala banteng ini mendapatkan suara melebihi threshold, desakan rakyat terhadap PDI-P untuk memilih mantan Wali Kota Solo tersebut akan sangat kuat. Kalau kemudian Jokowi bersedia jadi calon presiden, dia memiliki kuasa besar untuk melakukan pilihan sendiri.

L Sastra Wijaya, koresponden Kompas.com di Adelaide, Australia. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

124.782 Jemaah Calon Haji RI Sudah Tiba di Tanah Suci, 24 Orang Wafat

124.782 Jemaah Calon Haji RI Sudah Tiba di Tanah Suci, 24 Orang Wafat

Nasional
Istana Mulai Bahas Peserta Upacara 17 Agustus di IKN

Istana Mulai Bahas Peserta Upacara 17 Agustus di IKN

Nasional
Kejagung Tetapkan 6 Eks GM PT Antam Jadi Tersangka Korupsi Emas 109 Ton

Kejagung Tetapkan 6 Eks GM PT Antam Jadi Tersangka Korupsi Emas 109 Ton

Nasional
Terima Aduan Keluarga Vina, Komnas HAM Upayakan 'Trauma Healing' dan Restitusi

Terima Aduan Keluarga Vina, Komnas HAM Upayakan "Trauma Healing" dan Restitusi

Nasional
SYL Beri Kado Kalung Emas Buat Penyanyi Dangdut Nayunda Nabila

SYL Beri Kado Kalung Emas Buat Penyanyi Dangdut Nayunda Nabila

Nasional
Febri Diansyah Jadi Saksi di Sidang SYL Senin Pekan Depan

Febri Diansyah Jadi Saksi di Sidang SYL Senin Pekan Depan

Nasional
SYL Pesan 'Wine' saat Makan Siang, Dibayar Pakai Uang Kementan

SYL Pesan "Wine" saat Makan Siang, Dibayar Pakai Uang Kementan

Nasional
Kementan Kerap Tanggung Biaya Makan Bersama SYL dan Eselon I

Kementan Kerap Tanggung Biaya Makan Bersama SYL dan Eselon I

Nasional
Draf Revisi UU Polri: Perpanjangan Usia Pensiun Jenderal Polisi Ditetapkan dengan Keputusan Presiden

Draf Revisi UU Polri: Perpanjangan Usia Pensiun Jenderal Polisi Ditetapkan dengan Keputusan Presiden

Nasional
Bayar Cicilan Apartemen Biduanita Nayunda, SYL: Saya Merasa Berutang Budi

Bayar Cicilan Apartemen Biduanita Nayunda, SYL: Saya Merasa Berutang Budi

Nasional
Kehadirannya Sempat Buat Ricuh di MK, Seorang Saksi Mengaku Tambah Ratusan Suara PAN di Kalsel

Kehadirannya Sempat Buat Ricuh di MK, Seorang Saksi Mengaku Tambah Ratusan Suara PAN di Kalsel

Nasional
Gerindra: Negara Rugi jika TNI-Polri Pensiun di Usia 58 Tahun

Gerindra: Negara Rugi jika TNI-Polri Pensiun di Usia 58 Tahun

Nasional
Kemenkominfo Galang Kolaborasi di Pekanbaru, Jawab Tantangan Keberagaman untuk Kemajuan Bangsa

Kemenkominfo Galang Kolaborasi di Pekanbaru, Jawab Tantangan Keberagaman untuk Kemajuan Bangsa

Nasional
Pegawai Setjen DPR Antusias Donor Darah, 250 Kantong Darah Berhasil Dikumpulkan

Pegawai Setjen DPR Antusias Donor Darah, 250 Kantong Darah Berhasil Dikumpulkan

Nasional
Kasus Timah, Kejagung Tahan Eks Dirjen Minerba Kementerian ESDM

Kasus Timah, Kejagung Tahan Eks Dirjen Minerba Kementerian ESDM

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com