Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berat, Peluang Wiranto-HT Unggul di Pilpres

Kompas.com - 02/07/2013, 17:06 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Deklarasi Wiranto-Hary Tanoesoedibjo sebagai pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden dari Partai Hanura dinilai hanya sebuah strategi untuk mendongkrak citra partai tersebut. Padahal, unsur ketokohan keduanya sangat rendah dan tak akan mampu memberi dampak signifikan untuk mendongkrak elektabilitas Hanura.

"Targetnya, kapitalisasi untuk mengangkat Hanura, karena tingkat elektabilitasnya (Hanura) rendah," kata pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito saat dihubungi pada Selasa (2/7/2013).

Arie menjelaskan, analisanya didasari oleh perolehan suara Wiranto pada pemilihan presiden pada 2004 dan 2009. Pada pilpres 2004, Wiranto menjadi capres berpasangan dengan cawapres Salahudin Wahid. Pilpres 2009, Wiranto maju sebagai cawapres mendampingi capres Jusuf Kalla alias JK.

Dalam kedua Pilpres itu, Wiranto gagal. Adapun, Hary Tanoe baru bertama kali akan maju dalam Pilpres. Dia baru bergabung dengan Hanura setelah pindah dari Partai Nasdem. Di Hanura, bos MNC Grup itu menjabat Ketua Dewan Pertimbangan dan Ketua Badan Pemenangan Pemilu.

Terkait itu, Arie sangat yakin bahwa tujuan utama deklarasi Wiranto-Hary Tanoe hanya untuk meningkatkan popularitas dan perolehan suara di pemilihan legislatif. Namun begitu, Arie menganggap rencana itu tak akan berhasil.

"Berat. Kemarin saja kalah, padahal didukung Golkar, apalagi sekarang. Punya HT (Hary Tanoe), tapi tidak menjamin dapat dukungan. Ini hanya manuver agar Hanura diperbincangkan," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Partai Hanura secara resmi telah mendeklarasikan Wiranto-Hary Tanoe sebagai capres dan cawapres untuk pilpres 2014. Seperti kampanye terdahulu, dalam pidato politiknya, Wiranto kembali menyebut telah terjadi penyimpangan yang dilakukan jajaran pemerintahan sehingga Indonesia kepada ketidakberdayaan.

Jika tetap mau eksis sebagai bangsa yang dihormati bangsa lain, kata dia, penyimpangan itu harus dihentikan. Untuk dapat melakukannya, menurut mantan Panglima TNI itu, diperlukan pemimpin perubahan yang memiliki visi, komitmen, cerdas, sarat dengan inovasi baru.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com