JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum Pusat (KPU) Husni Kamil Manik mengkritik media televisi yang tidak banyak memberi ruang untuk pemberitaan pemilu 2014. Padahal, peran televisi sangat penting untuk mendidik pemilih lantaran paling banyak diakses rakyat Indonesia dibanding media lain.
"Saya tidak melihat banyak TV yang memberi porsi untuk pemilu 2014 . Peluang sedikit itu harus dimanfaatkan dengan sebesar-besarnya," kata Husni saat diskusi Peran Media Televisi Mencerdaskan Pemilih dalam Pemilu 2014 yang digelar Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) di Hotel Arya Duta, Jakarta, Rabu (26/6/2013).
Husni memberi contoh masih banyaknya orang yang belum tahu tanggal pencoblosan pemilu legislatif, yakni 9 April 2014 . Bahkan, ada caleg yang juga tidak tahu. Mereka sudah melakukan kampanye tanpa memberitahu rakyat kapan harus dipilih.
Selain mengenai hal-hal prosedural, Husni juga menyoroti minimnya informasi yang subtansial. Masyarakat masih banyak yang tidak tahu ideologi masing-masing parpol.
Tokoh pers Atmakusuma Astraatmadja berharap semua media tetap berpegang kepada standar jurnalistik profesional dalam memberitakan apapun, khususnya pemilu. Media harus objektif dan komprehensif. Media jangan hanya sepihak dalam memberitakan sehingga terbebas dari gugatan hukum.
Atmakusuma memberi contoh pernyataan presenter salah satu televisi nasional bahwa kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi merupakan keputusan pemerintah yang antirakyat. "Saya pikir, itu pendapat siapa?" kata dia.
Pimpinan Redaksi SCTV dan Indosiar Nurjaman Mochtar mengatakan, tidak berimbangnya porsi pemberitaan untuk setiap parpol akibat adanya parpol yang tidak bisa menarik perhatian media.
Ia memberi contoh Partai Golkar yang paling banyak diberitakan media di pemilu sebelumnya. Menurut dia, hal itu terjadi lantaran Golkar banyak melakukan kegiatan menarik.
Sebaliknya, ada parpol yang sama sekali tidak diberitakan media berdasarkan hasil pemantauan LSM asing. Setelah dicari tahu, kata Nurjaman, ternyata kebijakan parpol tersebut memilih diam.
"Buat jurnalis, siapa yang pintar buat event, peristiwa, mau pura-pura atau tidak, itu yang kita beritakan. Saya tantang semua parpol buat hal menarik dan positif," kata Nurjaman.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengkritik masih adanya media atau jurnalis yang memberitakan atas pesanan pihak tertentu dengan imbalan uang. Hal itu sudah menjadi rahasia umum, kata Mahfud. Kritikan Mahfud lainnya terkait intervensi pemilik modal terhadap redaksi.
Meski demikian, Mahfud menilai intervensi pemilik modal yang bergabung dengan parpol tidak akan mengganggu keseimbangan informasi yang diterima publik.
Ia memberi contoh TV A memberitakan secara khusus partai A. TV lainnya, kata Mahfud, tidak memberikan hal yang sama. "Sisanya kan tetap objektif," kata Mahfud.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.