JAKARTA, KOMPAS.com — Menjelang suksesi kepemimpinan nasional, rakyat menginginkan banyak calon presiden alternatif dimunculkan. Dengan demikian, kompetisi makin ketat sehingga melahirkan figur terbaik sebagai presiden periode 2014-2019. Calon alternatif akan makin menggairahkan masyarakat pemilih.
Dalam sejumlah survei, sebagian besar masyarakat lebih memilih calon presiden alternatif ketimbang capres muka lama. Fenomena itu menunjukkan sebagian besar masyarakat menginginkan perubahan. ”Nuansa dari hasil survei ini adalah mayoritas rakyat sekarang menginginkan perubahan. Ada rasa jenuh dan tidak puas terhadap keadaan kita sekarang,” kata politisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Martin Hutabarat, di Jakarta, Rabu (29/5).
Peneliti senior Centre for Strategic and International Studies (CSIS), J Kristiadi, mengatakan, momentum keberpihakan rakyat terhadap capres alternatif harus dimanfaatkan dengan lebih banyak memunculkan tokoh-tokoh yang bisa menjadi capres alternatif. Dengan demikian, kompetisi capres alternatif semakin ketat untuk memunculkan figur terbaik.
Kemunculan sejumlah calon alternatif, kata Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Bahtiar Effendy akan semakin menggairahkan masyarakat pemilih. Masyarakat memiliki banyak pilihan selain nama-nama capres dan cawapres dari elite politik lama yang itu-itu saja.
”Dengan munculnya nama-nama alternatif, masyarakat pemilih akan semakin bergairah. Masyarakat yang agak bosan dengan nama-nama lama kini bisa merasa mendapat pemandangan baru dari nama-nama alternatif,” tuturnya.
Nama-nama baru itu pun diharapkan mulai serius memperkenalkan diri kepada masyarakat lewat berbagai media. Pemilu 2014 tinggal setahun dan dinamika politik terus berjalan. Sudah waktunya mereka menampilkan diri, tanpa harus malu-malu lagi.
Beberapa nama alternatif adalah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, dan Menteri BUMN Dahlan Iskan. Nama-nama itu menjadi alternatif dari nama-nama lama yang selama ini beredar, seperti Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa, dan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Survei terbaru CSIS, misalnya, justru menempatkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi (skenario 7 nama capres) sebagai capres yang banyak dipilih (35,1 persen), lebih tinggi dari Prabowo Subianto di urutan kedua (16,3 persen), Aburizal Bakrie (7,4 persen), Megawati (5,9 persen), dan Jusuf Kalla (4,8 persen).
Ketua Departemen Politik dan Hubungan Internasional CSIS Philips J Vermonte mengatakan, keterpilihan Jokowi tidak semata didorong faktor figur lelaki asal Solo tersebut. Keterpilihan Jokowi juga didorong oleh upaya masyarakat dalam mencari pemimpin alternatif. Sebanyak 53,9 persen masyarakat setuju Jokowi sebagai kandidat presiden 2014 walau masih menjabat Gubernur DKI.
Namun, menurut pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsuddin Haris, tidaklah cukup sekadar menjagokan calon alternatif. Satu hal yang jauh lebih penting adalah kehadiran calon alternatif haruslah membawa gagasan alternatif dan mampu merealisasikannya.
”Partai harus mulai mengajukan calon alternatif di tengah kegamangan publik. Namun, yang lebih penting adalah gagasan alternatif yang mampu dibawa untuk menata bangsa ini menjadi lebih baik,” kata Syamsuddin.
Menurut dia, selama ini partai terjebak pada desakan untuk menentukan figur-figur pemimpin masa depan. Ada wacana yang mengusung nama, antara lain, Prabowo, Mahfud MD, Gita Wirjawan, dan terakhir Joko Widodo. Namun, sejauh ini tak jelas gagasan-gagasan yang akan dibawa dalam 20 tahun ke depan.
Prabowo yang ditanya soal menguatnya sosok Jokowi mengatakan, siapa pun yang dicalonkan jadi capres adalah bagian dari proses demokrasi. Namun, menurut dia, survei selalu naik-turun. Jadi, jangan terlalu terpengaruh oleh survei. ”Yang penting, kita ke rakyat, program apa, rencana apa, visi kita apa. Rakyat harus tahu. Nanti rakyat yang akan memutuskan. Itu namanya demokrasi,” tutur Prabowo.
Parpol pun diminta lebih aktif mencari calon alternatif yang dikehendaki masyarakat. ”Masyarakat ingin ada harapan baru yang terwakili oleh keberadaan capres alternatif, bukan capres yang itu-itu saja,” ujar Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Sebastian Salang.
Oleh karena itu, menurut dia, parpol perlu membuat terobosan dengan mencari capres alternatif dan tidak hanya mengandalkan tokoh-tokoh lama. Sebastian mengingatkan, terobosan semacam itu memerlukan kerelaan hati dari para petinggi parpol.
Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute Hanta Yuda menyatakan bahwa partai harus meninggalkan sifat oligarki mereka. ”Kembalikan hak penentuan capres kepada konstituen partai. Penentuan capres jangan lagi ditentukan hanya oleh petinggi partai,” katanya. Parpol perlu melakukan pencarian capres dengan cara yang aspiratif.(FAJ/IAM/OSA/ATO/WHY/K05/K07/EDN)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.