Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Misbakhun: Saya Ditahan karena Melawan SBY

Kompas.com - 15/10/2012, 12:55 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - "Saudara Mibakhun, silahkan tandatangani surat ini," kata seorang penyidik Bareskrim Polri seusai pemeriksaan. Misbakhun terkejut setelah tahu bahwa surat yang disodorkan adalah surat perintah penangkapan.

"Yah, saya kira pemeriksaan sudah selesai dan Anda terbukti bersalah dalam kasus ini. Silahkan tandatangan," kata penyidik itu lagi.

"Ini tidak masuk akal. Anda melakukan pemeriksaan secara parsial. Apa dasar hukum penangkapan saya? Saya tidak mau tandatangani surat ini," kata pria bernama lengkap Mukhamad Misbakhun itu.

Begitulah gambaran ketika Misbakhun seusai diperiksa untuk pertama kali di Bareskrim Polri, Jakarta, pada 26 April 2010 . Ketika itu, Misbakhun dituduh melakukan kejahatan perbankan atau pemalsuan letter of credit bodong PT Selalang Prima Internasional. Misbakhun menjabat komisaris perusahaan itu.

Situasi itu kemudian direka ulang dalam drama treatikal ketika peluncuran buku "Melawan Takluk Perlawanan dari Penjara Century" karangan Misbakhun di Hotel Atlet, Jakarta, Senin ( 15/10/2012 ).

Peluncuran buku itu dihadiri sejumlah tokoh seperti mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hadjriyanto Y Thohari, pakar hukum tata negara Yusril Izha Mahendra, pengamat politik Yudi Latif dan Ikrar Nusa Bhakti, serta sejumlah politisi.

Situasi pemeriksaan di Bareskrim itu juga diceritakan Misbakhun dalam bukunya. Diceritakannya, ketika itu pemeriksaan dimulai pukul 11.00 WIB. Dia menjawab total 57 pertanyaan sebelum dihentikan sementara pukul 18.30 WIB. Namun, sebagai orang yang cukup paham teknis perbankan, Misbakhun merasa semua pertanyaan tidak subtansial atau tidak memiliki korelasi dengan apa yang dituduhkan.

Saat menunggu kelanjutan proses pemeriksaan, pukul 20.00 penyidik malah menyodorkan surat perintah penangkapan. Dia menolak.

"Jika saya menandatangani surat penangkapan itu, artinya sangat jelas saya merestui proses pemeriksaan itu sebagai sebuah landasan hukum yang cukup untuk dijadikan dasar penangkapan. Dalam bahasa yang lebih lugas, saya menyatakan bahwa diri saya bersalah. Dalam bahasa yang lebih lugas lagi, saya menerima segala tuduhan yang tidak jelas juntrungannya itu yang mereka timpakan ke saya," kata Misbakhun.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu juga menolak menandatangani surat perintah penahanan. Berita acara penolakan tandatangan atas surat perintah penangkapan dan penahanan juga sempat ditolak ditandatanganinya.

Setelah menolak, petugas Bareskrim Polri menyampaikan berbagai argumen hukum agar mau menandatangani. Dia tetap menolak. Kondisi deadlock terjadi sampai pukul 23.00 WIB. Akhirnya, Misbakhun bersedia menandatangani asalkan ada perubahan redaksional dalam berita acara penolakan tandatangan.

"Saya akan bersedia menandatangani jika asalan penangkapan saya dirubah menjadi ditahan karena saya melawan Susilo Bambang Yudhoyono," kata salah satu inisiator Hak Angket Bank Century itu.

Bagi Misbakhun, kalimat itu menyangkut prinsip yang paling fundamental dalam hidupnya. Perubahan redaksional itu, menurut dia, bermakna penahanan bukan lagi keputusan hukum objektif tetapi intervensi subjektif kekuasaan atau penahanan politis.

"Bagi saya, perubahan kalimat itu menjadi simbol disparitas antara hukum dan keadilan. Dan politik kekuasaan adalah tembok pemisahnya. Hukum tidak bersua dengan keadilan karena dihalangi oleh politik kekuasaan. Politik kekuasaan mengkooptasi hukum sekaligus menerabas prinsip keadilan. Hukum tidak lagi independen. Keadilan tak lagi objektif," cerita Misbakhun.

Akhirnya, petugas Bareskrim bersedia. Redaksional dirubah dengan "Misbakhun tidak bersedia menandatangani surat perintah penangkapan, berita acara penangkapan, surat perintah penahanan, berita acara penahanan dan surat pemberitahuan penangkapan dan penahanan dengan alasan saya ditahan karena saya melawan SBY".

"Yang saya tandatangani adalah bukti otentik kekalahan mereka. Surat itu memberi saya kehormatan di depan hukum dan keadilan. Sebuah kehormatan karena saya menegakkan prinsip hukum dan keadilan demi melawan politik kekuasaan," kata Misbakhun.

Seperti diberitakan, pada putusan tingkat pertama November 2010, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutus Misbakhun bersalah dan menghukum penjara selama satu tahun. Putusan banding Pengadilan Tinggi DKI memperberat hukuman menjadi dua tahun penjara. Di tingkat kasasi, Misbakhun juga dinyatakan bersalah.

Mahkamah Agung lalu mengabulkan seluruhnya permohonan peninjauan kembali yang diajukan Misbakhun. Putusan PK menyebutkan Misbakhun bebas dari segala dakwaan. Selain itu, majelis hakim juga memutuskan agar harkat dan martabat Misbakhun dipulihkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Nasional
Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Nasional
Kuasa Hukum Caleg Jawab 'Siap' Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Kuasa Hukum Caleg Jawab "Siap" Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com