Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Kelompok Ikut Gugat Ayat 6a di MK

Kompas.com - 02/04/2012, 20:59 WIB
Maria Natalia

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan penambahan ayat (6) a pada Pasal 7 RUU Nomor 22 tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2012, ternyata menuai protes dari berbagai kalangan. Bukan hanya mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra yang hari ini, Senin (2/4/2012), mendaftarkan permohonan uji materil dan formil atas pasal tersebut ke Mahkamah Konstitusi, tetapi ada dua kelompok lagi yang ikut mendaftar, yaitu Serikat Pengacara Rakyat (SPR), dan Ketua Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia (FISBI).

SPR datang sekitar pukul 14.00 WIB ke MK. Menurut kelompok ini, norma penentuan harga BBM yang mengacu pada harga pasar minyak global sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) a sama dengan apa yang diatur dalam Pasal 28 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang telah dibatalkan melalui Putusan MK No 002/PUU-I/2003 tanggal 15 Desember 2004.  

"Pasal itu sama dengan UU Migas Pasal 28 ayat 2 dan 3 yang telah dibatalkan MK sebelumnya. Ini bisa diajukan karena rapat paripurna tanggal 30 Maret, UU APBNP sudah bisa diajukan ke MK karena sudah ada dua kepastian hukum. UU itu pasti akan sah dan mengikat terlepas presiden menandatangani atau tidak," tutur Juru Bicara SPR, Habiburokhman di MK.

Sementara itu menurut kuasa hukum FISBI, Andi Mohammad Asrun, kenaikan harga BBM telah merugikan kliennya karena mendongkrak ekspektasi kenaikan harga barang dan jasa. Meski masih dalam perencanaan, kata Andi, pedagang besar telah menaikan harga sekitar 15 persen dan ada rencana kenaikan ongkos transportasi sebesar 19,6 persen.

"Kenaikan harga BBM akan dijadikan pembenaran untuk menaikan produk barang, memecat buruh sewenang-wenang. Akibat kenaikan harga BBM mendorong pertumbuhan angka pemecatan dari 44.600 pada tahun 2007 menjadi 633.719 pada tahun 2008," jelasnya.

Sebelumnya, diberitakan sore tadi Yusril juga mendatangi MK untuk mendaftarkan permohonan uji materi pasal 7 ayat 6a itu. Ia pun mempersilakan para lulusan sarjana hukum maupun pengacara untuk bergabung menjadi tim advokasi dalam mengajukan gugatan. Selain itu ia juga mempersilakan masyarakat dari berbagai kalangan untuk bergabung menjadi pemohon dalam uji materi.

"Silahkan bergabung mau 100 orang menggugatnya silakan saja. Yang jadi pemohon, siapa saja. Yang punya paguyuban ojek, silakan saja diajak. Barangkali ada 1.000 orang yang ikut jadi pemohon pada MK ya enggak masalah," pungkas Yusril.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

    Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

    Nasional
    Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

    Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

    Nasional
    Gejala Korupsisme Masyarakat

    Gejala Korupsisme Masyarakat

    Nasional
    KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

    KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

    Nasional
    PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

    PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

    Nasional
    Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

    Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

    Nasional
    Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

    Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

    Nasional
    Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

    Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

    Nasional
    MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

    MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

    Nasional
    Paradoks Sejarah Bengkulu

    Paradoks Sejarah Bengkulu

    Nasional
    Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

    Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

    Nasional
    Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

    Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

    Nasional
    Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

    Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

    Nasional
    Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

    Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

    Nasional
    Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

    Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com