Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Jugun Ianfu" Bukan Wanita Penghibur...

Kompas.com - 25/11/2010, 17:13 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com Sejak 1942 hingga kini, stigma negatif melekat pada para wanita eks jugun ianfu. Meskipun Indonesia sudah merdeka, para perempuan yang mengalami kekerasan oleh tentara Jepang itu belum terbebas dari trauma atas kekerasan yang mereka alami.

"Sakit, enggak bisa," ujar Ema, seorang eks jugun ianfu yang berusia hampir 90 tahun, di Komnas Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta, Kamis (25/11/2010).

Ema tidak dapat mengungkapkan apa yang pernah dia alami pada masa penjajahan Jepang itu. Belum sempat para pewarta bertanya, Ema sudah menolak. Dia hanya mengelus-elus dada sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Komisioner Komnas HAM, Hesti Armiwulan, mengungkapkan, pembiaran pelanggaran HAM atas kekerasan yang dialami eks jugun ianfu itu masih berlangsung hingga kini. Pemerintah Indonesia seolah tidak punya kemauan untuk menyelesaikan soal kekerasan itu ataupun mengubah stigma negatif terhadap jugun ianfu.

"Selama ini ada stigma negatif, eks jugun ianfu sebagai wanita penghibur, pekerja seks yang melayani tentara Jepang. Sama sekali tidak pernah jadi perbincangan bahwa mereka adalah korban kejahatan perang," kata Hesti dalam jumpa pers di Komnas HAM.

Pemerintah, katanya, tidak pernah mengakui secara lantang adanya kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan Pemerintah Jepang pada 1942. Fakta tersebut seolah dianggap aib yang sepatutnya dikubur. "Kami meminta setidaknya respons pemerintah Indonesia. Kami menginginkan tindakan konkret, pelurusan sejarah tentang fakta sesungguhnya yang dialami bahwa ini pelanggaran HAM, kekerasan perang, kekerasan perempuan," kata Hesti.

Komnas HAM juga meminta pemerintah untuk segera melakukan langkah konkret melalui lembaga pendidikan, menjelaskan fakta sesungguhnya tentang jugun ianfu. Pemerintah juga diharapkan memberikan perhatian khusus bagi eks jugun ianfu dan keluarganya yang masih ada saat ini.

"Rata-rata usia mereka sudah lanjut, 80 tahunan, butuh perhatian khusus sebagai representasi kekerasan perempuan. Ini tanggung jawab pemerintah," pungkas Hesti.

Berdasarkan data Komnas HAM dan Jaringan Advokasi Jugun Ianfu (JAJI) Indonesia, terdapat sekitar 25.000 eks jugun ianfu yang berhasil diidentifikasi di Yogyakarta dan Bandung. Diperkirakan masih banyak eks jugun ianfu lainnya yang belum terdata.

Para jugun ianfu merupakan potret sejarah kelam perempuan ketika terjadi perang dunia II. Tentara Jepang telah sengaja membuat perempuan jugun ianfu menderita sepanjang hidup, kehilangan harkat dan martabatnya sebagai manusia sejak remaja karena kekerasan seksual, baik psikis maupun fisik. Meskipun Pemerintah Jepang telah meminta maaf, derita jugun ianfu tidak juga terangkat hingga kini.

Mereka tidak tercatat sebagai orang yang berjasa pada negara, mengorbankan kehormatannya untuk Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Bingung Mau Siapkan Jawaban

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Bingung Mau Siapkan Jawaban

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Nasional
Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com