JAKARTA, KOMPAS.com - Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengungkapkan cerita para prajurit yang nyaris putus asa menjelang menerjunkan bantuan melalui metode airdrop di Jalur Gaza, Palestina, pada 9 April silam.
Penyaluran bantuan airdrop itu menggunakan pesawat angkut terbaru TNI AU, Super Hercules C-130J produksi Amerika Serikat.
“Ini pun, (dari) negara Islam hanya Indonesia yang boleh (airdrop),” ujar Agus pada acara silaturahmi dan tukar pikiran dengan Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Kantor Pusat MUI, Jakarta Pusat, Jumat (14/6/2024).
“Itu pun sudah detik-detik terakhir. Kita sudah putus asa, sudah mau pulang,” kata Panglima TNI.
Baca juga: Panglima Agus Sebut Rumah Sakit Lapangan TNI yang Akan Dibangun di Gaza Bisa Tampung 100 Pasien
Saat itu, Panglima Agus pun memerintahkan para prajuritnya untuk sholat tahajud dan membaca surat Yasin.
“Akhirnya dari AS menyetujui,” kata Agus.
Agus mengatakan, negosiasi dengan pihak intelijen yang dilakukan Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI hampir buntu.
“Memang mentok. Saya bilang, alasannya apa? Alasannya katanya kita ini Sunni, dia Syiah. Takutnya nanti ditembak sama. Jadi alasannya banyak seperti itu,” tutur Agus.
“Tapi saya bilang, coba negosiasi lagi. Akhirnya hanya satu-satunya negara Islam yang pesawatnya digunakan untuk airdrop ya Indonesia. Malaysia dan negara lainnya menggunakan pesawat Yordania,” ucap Agus.
Baca juga: Panglima TNI Buka Kemungkinan Libatkan Sipil Gabung Brigade Komposit Operasi ke Gaza
Agus mengatakan, bantuan airdrop itu merupakan suatu pengalaman yang sangat berharga bagi Indonesia.
“Di tengah kancah perang kita bisa airdrop di atas tempat saudara-saudara kita yang membutuhkan,” kata Agus.
Adapun TNI lewat pesawat Super Hercules menerjunkan bantuan kemanusiaan melalui metode airdrop untuk korban konflik Gaza, pada 9 April 2024 atau di hari terakhir bulan Ramadhan tahun ini.
Pesawat Indonesia tergabung dalam tim yang terdiri dari 15 pesawat dari sembilan negara, termasuk Amerika Serikat dan Perancis.
Dilansir dari Kompas.id, pesawat militer Yordania berada di posisi paling depan. Beriringan, pesawat Indonesia di urutan ketiga.
Saat itu, metode airdrop dipilih dengan pertimbangan kemanan. Sebab, Jalur Gaza dinilai masih rawan untuk mendaratkan pesawat atau mengirim bantuan langsung melalui jalur darat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.