JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) khawatir Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (UU KIA) mengakibatkan diskriminasi dalam perekrutan tenaga kerja.
Komisioner Komnas Perempuan Tiasri Wiandani mengatakan, ada kemungkinan risiko diskriminasi agar perusahaan atau pemberi kerja memilih laki-laki untuk mengurangi beban cuti yang cukup lama untuk ibu melahirkan.
"Memungkinkan risiko diskriminasi tidak langsung ketika pemberi kerja lebih memilih pekerja laki-laki dengan alasan mengurangi beban pelaksanaan undang-undang, dan daya jangkau pengawasannya lemah," kata Tiasri dalam keterangan tertulis, Senin (10/6/2024).
Oleh sebab itu, Tiasri menilai pemerintah perlu memikirkan implementasi yang baik dalam UU KIA yang baru saja disahkan ini.
Baca juga: Komnas Perempuan Sebut UU KIA Berisiko Sulit Diterapkan
Menurut dia, pemerintah selayaknya memikirkan insentif bagi perusahaan, agar hak cuti yang diberikan selama 6 bulan untuk ibu melahirkan bisa diterapkan dengan baik.
Di sisi lain, Tiasri juga mengkhawatirkan kesenjangan antara pekerja formal dan informal untuk memperoleh hak-hak yang diatur dalam UU KIA.
Ia menyebutkan, perempuan pekerja formal lebih mudah mengakses aturan tersebut, tetapi perempuan pekerja di sektor informal akan sangat kesulitan.
“Hak-hak normatif tentang cuti yang disebutkan dalam Undang-Undang KIA ini hanya dapat dinikmati oleh pekerja sektor formal. Padahal, jumlah terbanyak perempuan pekerja ada di sektor informal,” kata Tiasri
Baca juga: Soal Cuti Melahirkan 6 Bulan, Pengusaha: Tambah Beban Baru
Komisioner Satyawanti Mashudi menambahkan, hak cuti hamil dan melahirkan bagi perempuan pekerja adalah bagian dari upaya perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi perempuan.
Hal ini sejalan dengan Pasal 10 ayat (2) Kovenan Ekosob yang menyebutkan Perlindungan khusus harus diberikan kepada para ibu selama jangka waktu yang wajar sebelum dan sesudah melahirkan.
Ia menyebutkan, selama jangka waktu itu para ibu yang bekerja harus diberikan cuti dengan gaji atau cuti dengan jaminan sosial yang memadai.
"Namun UU KIA belum memuat langkah afirmasi lain yang juga dibutuhkan, tentang edukasi bagi perempuan pekerja agar dapat kembali bekerja tanpa harus ketinggalan kariernya,”kata Satyawanti.
Baca juga: DPR: Cuti Melahirkan Umumnya 3 Bulan, Ini Syarat Jadi 6 Bulan Sesuai UU KIA
Untuk diketahui, RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan telah disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR pada Selasa (4/6/2024) lalu.
Kehadiran UU KIA diharapkan dapat membantu menurunkan tingkat stunting dan menghadirkan perlindungan yang lebih komprehensif kepada ibu dan anak.
Salah satu ketentuan yang tertuang dalam UU KIA adalah hak ibu untuk mendapatkan cuti melahirkan sampai 6 bulan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.