JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) M Herindra menyatakan, revisi Undang-Undang TNI tidak mungkin akan menghidupkan kembali dwifungsi ABRI seperti masa Orde Baru.
Herindra menilai, kekhawatiran publik terkait revisi UU TNI yang dapat menghidupkan dwifungsi ABRI adalah hal yang berlebihan.
"Kan negara demokrasi. Enggak mungkin kita balik kayak dulu lagi. Kekhawatiran itu terlalu berlebihan menurut saya," ujar Herindra saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (6/6/2024).
Pensiunan jenderal bintang tiga ini menyebutkan, TNI tidak bisa melakukan sesuatu secara semena-mena karena telah diatur dalam regulasi yang ketat.
Baca juga: Panglima TNI: Sekarang Bukan Dwifungsi ABRI Lagi, tapi Multifungsi ABRI, Semuanya Kita
Herindra mencontohkan, penempatan perwira TNI di lembaga sipil juga tidak mungkin dilakukan atas kemauan TNI semata.
"Semua juga sudah ada aturannya, regulasi, kita pun TNI pun kalau kirim personel ke kementerian lain tentunya juga atas permintaan dari K/L tersebut, tidak ujug-ujug. Jadi sehingga saya pikir kalau ada kekhawatiran tersebut terlalu berlebihan lah ya," kata dia.
Herindra pun mengakui bahwa masih ada trauma atas praktik dwifungsi ABRI yang terjadi pada masa Orde Baru.
Namun, ia menyebutkan bahwa tenaga anggota TNI masih diperlukan dalam situasi dan kondisi tertentu.
"Oke lah dulu mungkin ada traumatis masa lalu. Tapi mari kita lihat dalam kondisi sekarang ini. Karena saya pikir banyak sekali tenaga-tenaga TNI yang masih kita perlukan," kata Herindra.
Baca juga: Tak Sejalan dengan Reformasi, Revisi UU TNI Sebaiknya Dihentikan
"Seperti yang disampaikan Panglima TNI tadi, di daerah konflik lihat, siapa yang ngajar, siapa yang tangani kesehatan? Dan kita enggak semena-mena lah. Pasti itu. Tentunya itu kan permintaan dari kementerian terkait," imbuh dia.
Sejumlah pihak mengkhawatirkan revisi UU TNI menjadi pintu masuk berulangnya praktik dwifungsi ABRI yang sempat terjadi pada masa Presiden Suharto.
Pasalnya, revisi UU TNI mengakomodasi ketentuan yang membuka pintu bagi prajurit untuk menduduki jabatan sipil di kementerian/lembaga sesuai kebijakan presiden, tidak terbatas pada lembaga-lembaga tertentu.
Baca juga: Revisi UU TNI-Polri, PDI-P Ingatkan soal Dwifungsi ABRI
Dalam draf yang diterima Kompas.com, Pasal 47 Ayat (1) RUU TNI berbunyi, “prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan”.
Kemudian, Ayat (2) berbunyi, “prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian Prajurit aktif sesuai dengan kebijakan presiden”.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.