JAKARTA, KOMPAS.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh bakal menggelar aksi unjuk rasa di Istana Negara, Jakarta, Kamis (6/6/2024).
"Jam 10.00 sampai selesai," ujar Presiden Partai Buruh sekaligus KSPI, Said Iqbal, dalam keterangannya kepada wartawan.
Para buruh dijadwalkan berkumpul di depan Balai Kota Jakarta sebelum bergerak mendekati Istana Negara.
Iqbal menyebut, mereka membawa 5 tuntutan dalam aksi unjuk rasa ini.
Baca juga: Polisi Kerahkan 1.416 Personel untuk Kawal Demo Tolak Tapera
Selain menolak Peraturan Pemerintah (PP) tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), unjuk rasa hari ini juga untuk menolak uang kuliah tunggal (UKT) yang mahal, KRIS BPJS Kesehatan, Omnibus Law UU Cipta Kerja, dan menuntut penghapusan outsourcing/tolak upah murah (HOSTUM).
"Ribuan buruh yang akan melakukan aksi ini berasal dari Jabodetabek dan berbagai organisasi serikat pekerja seperti KSPI, KSPSI, KPBI, dan juga Serikat Petani Indonesia (SPI) serta organisasi perempuan PERCAYA," ujar Iqbal.
Menurut Iqbal, Tapera merugikan dan membebani pekerja dengan iurannya. Sebab, meski setelah mengiur selama 10 hingga 20 tahun, buruh tetap saja tidak diberikan kepastian untuk bisa memiliki rumah.
Baca juga: Cerita Para Pemilik Tapera, Pencairan Sulit, Selalu Diminta Menunggu, Perhitungannya Pun Tak Jelas
Selain itu, dalam Tapera, pemerintah dinilai lepas tanggung jawab dalam menyediakan rumah.
Hal ini karena pemerintah hanya bertindak sebagai pengumpul iuran, tidak mengalokasikan dana dari APBN maupun APBD.
"Permasalahan lain adalah dana Tapera rawan dikorupsi, serta ketidakjelasan dan kerumitan pencairan dana," lanjutnya.
Dalam isu tolak UKT mahal, ia melanjutkan, anak-anak buruh sulit bermimpi untuk meraih pendidikan tinggi karena biaya yang terus melambung.
Terkait Kamar Rawat Inap Standar (KRIS), Iqbal berpendapat, kebijakan ini justru menurunkan kualitas layanan kesehatan dan akan semakin memperburuk pelayanan di rumah sakit yang sudah penuh sesak.
Baca juga: Hari Ini, Massa Buruh Bakal Demo Tolak Tapera di Depan Istana Negara
Buruh menuntut pemerintah untuk mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan memastikan pelayanan kesehatan yang adil dan layak bagi seluruh rakyat.
Terkait UU Cipta Kerja, buruh masih berpendapat bahwa beleid ini simbol ketidakadilan yang melegalkan eksploitasi.
Fleksibilitas kerja melalui kontrak dan outsourcing yang semakin bebas, hanya memberikan kemudahan bagi pengusaha untuk memperlakukan buruh sebagai alat produksi semata, bukan sebagai manusia yang memiliki hak dan martabat.
UU Cipta Kerja juga menyebabkan upah murah, pesangon rendah, mudahnya PHK, jam kerja yang fleksibel, hingga hilangnya beberapa sanksi pidana.
Baca juga: Tapera Bakal Jadi Beban Tambahan Guru dengan Gaji Sangat Kecil dan Kurang
"Tidak ketinggalan, dalam aksi 6 Juni, buruh juga menuntut Hapus OutSourcing Tolak Upah Murah (HOSTUM)," lanjutnya.
Sistem outsourcing yang tidak memberikan kepastian kerja dan upah yang jauh dari layak, dinilai telah menempatkan buruh dalam kondisi yang semakin sulit.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.