JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti menilai putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan ketentuan syarat usia pencalonan kepala daerah dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), terlalu dipaksakan dan bernuansa tidak objektif.
Diketahui, Putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 yang diputuskan oleh Majelis Hakim pada Rabu, 29 Mei 2024, mengabulkan uji materi PKPU terkait syarat usia pencalonan kepala daerah.
Oleh karenanya, seseorang dapat mencalonkan diri sebagai calon gubernur dan wakil gubernur apabila berusia minimal 30 tahun dan calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil walikota jika berusia minimal 25 tahun ketika dilantik, bukan ketika ditetapkan sebagai pasangan calon sebagaimana diatur oleh KPU.
Ray Rangkuti menilai, Putusan MK tersebut mirip dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat batas usia calon presiden dan wakil presiden yang membuat putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, bisa maju menjadi calon wakil presiden meski usianya masih 36 tahun.
“Putusan MA tersebut terlalu dipaksakan. Bernuansa tidak objektif dan rasional,” kata Ray kepada Kompas.com, Kamis (30/5/2024).
Baca juga: MA Ubah Aturan Batas Usia Calon Kepala Daerah Hanya dalam 3 Hari
Dia lantas mengatakan, ada empat alasan sehingga menilai putusan MA tersebut dipaksakan dan tidak rasional.
Pertama, menurut Ray, menetapkan penghitungan batas usia sejak pelantikan itu adalah keliru. Sebab, pelantikan kepala daerah bukan lagi kewenangan KPU.
Dia mengungkapkan, jadwal pelantikan kepala daerah sepenuhnya merupakan wewenang Presiden. Oleh karenanya, menghitung batas usia dari wilayah yang bukan merupakan kewenangan KPU jelas adalah keliru.
Kedua, jadwal pelantikan kepala daerah juga tidak dapat dipastikan kapan waktunya dan sangat tergantung pada jadwal Presiden sebagai kepala negara dan pemerintah
“Saat ini, kenyataannya pemerintah belum membuat jadwal defenitif kapan pelantikan kepala daerah hasil pilkada 2024 akan dilaksanakan. Lebih rumit lagi, karena pelantikan kepala daerah dimaksud tidak akan dilaksanakan oleh pemerintah yang membuat jadwal, tapi oleh presiden yang sesudahnya,” ujar Ray.
Baca juga: KPU Akan Harmonisasi Aturan Setelah MA Ubah Batas Usia Calon Kepala Daerah
Ketiga, putusan MK disebut bertentangan dengan tujuan MA membuat ketentuan baru, yakni kepastian hukum.
Menurut Ray, menetapkan penghitungan batas usia sejak pelantikan justru lebih tidak pasti, dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya yakni dihitung sejak penatapan pasangan calon oleh KPU.
“Putusan MA justru bertentangan dengan alasan mereka membatalkan PKPU (kepastian hukum),” katanya.
Keempat, Ray menegaskan bahwa seluruh jabatan yang mensyaratkan adanya pembatasan minimal usia, hampir seluruhnya dihitung bukan sejak dilantik. Sebaliknya, sejak didaftarkan atau sejak ditetapkan sebagai calon. Sebut saja, Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Yudisial (KY), dan hakim konstitusi.
Namun, Ray tidak mau menyimpulkan bahwa putusan MA tersebut bertujuan untuk meloloskan calon tertentu dalam gelaran Pilkada 2024.