JAKARTA, KOMPAS.com - Eks Gubernur Bangka Belitung (Babel) Erzaldi Rosman (ERD) mengungkapkan, kerusakan alam dan lingkungan pasca-penambangan timah di wilayahnya tidak sebanding dengan pendapatan provinsi dari sektor tambang.
Erzaldi mengatakan ini saat diperiksa penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 pada Senin (27/5/2024) kemarin.
Bahkan, menurut dia, tingkat kecukupan gizi, kesehatan, pendidikan, bahkan pariwisata di wilayah Bangka Belitung terus mengalami penurunan.
"Dengan kata lain, saksi ERD menjelaskan kekayaan alam dari sektor timah berbanding terbalik dengan kesejahteraan masyarakat dan daerahnya," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana kepada wartawan, Selasa (28/5/2024).
Baca juga: Kasus Korupsi Timah, Kejagung Periksa Asisten Pribadi Sandra Dewi
Dari hasil pemeriksaan, kata Ketut, Erzaldi juga mengaku tidak mengetahui potensi kekayaan alam timah dikarenakan tidak memiliki data tersebut.
Ketut mengatakan, Erzaldi diperikaa selama tujuh jam sejak pukul 10.00 WIB sampai 18.00 WIB pada Senin kemarin.
Dia dicecar 22 pertanyaan di antaranya soal potensi kekayaan alam berupa timah di Provinsi Bangka Belitung.
Kemudian soal tata kelola komoditas timah yang dilaksanakan oleh PT Timah Tbk, kontribusi pertambangan timah terhadap kemajuan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
"Tingkat kesehatan dan pendidikan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung," ucap Ketut.
Kejagung menetapkan total 21 tersangka dalam kasus dugaan korupsi timah.
Beberapa tersangka di antaranya suami artis Sandra Dewi yakni Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT RBT, Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT), hingga crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim yang ditetapkan tersangka.
Baca juga: Kasus Korupsi Timah, Kejagung Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung
Para tersangka diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar atau ilegal di wilayah Bangka Belitung untuk mendapatkan keuntungan.
Berdasarkan hasil perhitungan dari ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo diperkirakan nilai kerugian kerusakan lingkungan dalam kasus ini mencapai Rp 271 triliun. Sementara itu, kerugian keuangan negaranya masih dihitung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.