Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal RUU Penyiaran, KIP: UU Pers Bilang Wartawan Tak Boleh Dihalangi

Kompas.com - 17/05/2024, 18:53 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) Donny Yoesgiantoro mengaku enggan berkomentar tentang revisi Undang-Undang Penyiaran yang disinyalir bakal menghapus jurnalistik investigasi.

Namun ia menegaskan bahwa kerja-kerja jurnalistik dilindungi oleh Undang-Undang Pers.

"Jadi begini memang kita masing-masing punya UU. Saya juga dengan Dewan Pers saya pernah satu panggung dengan ketua dewan pers, itu mengatakan bahwa wartawan tidak boleh dihalang-halangi," kata Donny ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Jumat (17/5/2024).

Ia mengatakan, KIP menekankan pada keterbukaan akses informasi yang lebih baik di Indonesia.

Baca juga: Soal RUU Penyiaran, Setara Institute: DPR dan Pemerintah Harus Perluas Partisipasi Publik

Dirinya mencontohkan bagaimana hal ini sudah dilakukan di Kejaksaan Agung (Kejagung) di mana dahulu wartawan yang boleh meliput di lingkungan tersebut hanya wartawan Kejaksaan.

"Di Kejagung tadinya ada wartawan khusus untuk Kejagung. Sekarang dengan kapuspen, (wartawan Kejagung) dibubarkan, semua wartawan boleh (meliput). Kalau saya lebih ke arah jenis informasi, akses terhadap informasi," ujar dia.

Kendati begitu, Donny sekali lagi enggan mengomentari tentang UU lainnya.

Sebab KIP pun, jelas dia, memiliki UU sendiri bernama Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.

Selain itu, dia menekankan bahwa KIP membutuhkan peran wartawan untuk perpanjangan tangan informasi terhadap publik.

Baca juga: Jurnalis Malang Raya Gelar Aksi Tolak Revisi RUU Penyiaran

Maka dari itu, menurutnya, badan publik juga membutuhkan peran pers.

"Kami juga katakan ke badan publik, 'Percuma kalian punya ketersediaan informasi tapi tidak bisa diakses. Bisa diakses oleh publik tapi kalau kalian tidak mendesiminasi informasi (bagaimana?)'," urai Donny.

Diberitakan sebelumnya, RUU Penyiaran dianggap bisa mengancam kebebasan pers karena didalamnya mengatur pelarangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.

Pelarangan itu ada dalam Pasal 50B ayat (2) draf RUU Penyiaran terbaru atau versi Maret 2024.

Kemudian, pada Pasal 50B ayat (3) diatur mengenai sanksi apabila melanggar aturan pada ayat (2) tersebut, mulai dari teguran tertulis, pemindahan jam tayang, pengurangan durasi isi siaran dan konten bermasalah, penghentian sementara siaran, denda, hingga rekomendasi pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP).

Baca juga: Pakar Unair Kritik RUU Penyiaran

Tak hanya itu, pada Pasal 50B ayat (4) disebutkan bahwa pengisi siaran juga bisa dikenakan sanksi berupa teguran dan/atau pelarangan tampil.

Sementara itu, Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid menegaskan bahwa dalam RUU Penyiaran, pihaknya tidak berniat untuk mengerdilkan insan pers.

"Tidak ada dan tidak pernah ada semangat ataupun niatan dari Komisi I DPR untuk mengecilkan peran pers. Hubungan selama ini dengan mitra Komisi I DPR, yaitu Dewan Pers sejak Prof Bagir, Prof Nuh dan Alm Prof Azyumardi adalah hubungan yang sinergis dan saling melengkapi, termasuk dalam lahirnya publisher rights," kata Meutya dalam keterangannya, Kamis (16/5/2024).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Enggan Tanggapi Isu Harun Masiku Hampir Tertangkap Saat Menyamar Jadi Guru

KPK Enggan Tanggapi Isu Harun Masiku Hampir Tertangkap Saat Menyamar Jadi Guru

Nasional
Tagline “Haji Ramah Lansia” Dinilai Belum Sesuai, Gus Muhaimin: Perlu Benar-benar Diterapkan

Tagline “Haji Ramah Lansia” Dinilai Belum Sesuai, Gus Muhaimin: Perlu Benar-benar Diterapkan

Nasional
Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Nasional
Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi 'Online', tapi...

Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi "Online", tapi...

Nasional
Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Nasional
Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Nasional
Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Nasional
Kasus WNI Terjerat Judi 'Online' di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Kasus WNI Terjerat Judi "Online" di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Nasional
Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Nasional
Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Nasional
MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

Nasional
Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Nasional
Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Nasional
Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Nasional
Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com