JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) mewanti-wanti pemerintah dan DPR untuk tidak melarang jurnalisme investigasi dalam revisi Undang-undang Penyiaran.
Ketua DPP PDI-P Djarot Saiful Hidayat menilai, niatan untuk melarang jurnalisme investigasi itu muncul dari ketakutan berlebihan sejumlah pihak terhadap pemberitaan pers.
"Jangan sampai. Karena ketakutan yang berlebihan, kemudian pers dengan penyiaran negatif kemudian dilarang," kata Djarot di Kantor DPP PDI-P, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2024).
Baca juga: Kacau-balau RUU Penyiaran, Ancam Demokrasi dan Pasung Kebebasan Pers
Oleh karena itu, PDI-P mendorong RUU Penyiaran tidak menghapus jurnalisme investigasi.
Djarot mengingatkan pentingnya pers sebagai pilar keempat demokrasi di Indonesia.
"PDI Perjuangan mendorong supaya RUU penyiaran ini benar-benar tidak menghapuskan penyelidikan secara investigatif. Karena pers itu pilar keempat demokrasi," tegas mantan Gubernur DKI Jakarta ini.
Diberitakan sebelumnya, Revisi UU Penyiaran dianggap bisa mengancam kebebasan pers karena di dalamnya mengatur pelarangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
Pelarangan itu ada dalam Pasal 50B ayat (2) draf RUU Penyiaran terbaru atau versi Maret 2024.
Baca juga: Pengamat Nilai Ada Niat Menjaga Kekuasaan yang Korup di Balik Revisi UU Penyiaran
Kemudian, pada Pasal 50B ayat (3) diatur mengenai sanksi apabila melanggar aturan pada ayat (2) tersebut, mulai dari teguran tertulis, pemindahan jam tayang, pengurangan durasi isi siaran dan konten bermasalah, penghentian sementara siaran, denda, hingga rekomendasi pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP).
Tak hanya itu, pada Pasal 50B ayat (4) disebutkan bahwa pengisi siaran juga bisa dikenakan sanksi berupa teguran dan/atau pelarangan tampil.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid menegaskan bahwa dalam RUU Penyiaran, pihaknya tidak berniat untuk mengerdilkan insan pers.
"Tidak ada dan tidak pernah ada semangat ataupun niatan dari Komisi I DPR untuk mengecilkan peran pers. Hubungan selama ini dengan mitra Komisi I DPR, yaitu Dewan Pers sejak Prof Bagir, Prof Nuh dan Alm Prof Azyumardi adalah hubungan yang sinergis dan saling melengkapi, termasuk dalam lahirnya publisher rights," kata Meutya dalam keterangannya, Kamis (16/5/2024).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.