JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kembali menjatuhkan sanksi peringatan kepada Ketua dan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI karena dinilai melakukan pelanggaran etik dan pedoman pedoman penyelenggara pemilu.
Dalam putusan yang dibacakan pada Selasa (14/5/2024), DKPP menyatakan Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari dan enam komisioner KPU lainnya terbukti melanggar etik terkait dugaan kebocoran data pemilih pada Sidalih atau Sistem Informasi Data Pemilih KPU RI pada tahun 2023.
KPU RI dinilai seharusnya menindaklajuti dugaan kebocoran data pemilih tersebut dengan memedomani ketentuan Pasal 46 UU Nomor 27 Tahun 2002 tentang perlindungan data pribadi.
Tindakan yang dimaksud adalah melakukan pemberitahuan kepada masyarakat sebagai bentuk pertanggung jawaban publik. Sebagaimana dengan prinsip jujur, kepastian hukum, tertib, terbuka, dan akuntabel selaku penyelenggara pemilu.
Baca juga: Ketua dan Anggota KPU RI Dijatuhi Sanksi Peringatan oleh DKPP soal Kebocoran Data Pemilih pada 2023
Ini bukan kali pertama tujuh komisioner KPU RI dijatuhi sanksi oleh DKPP. Sejak akhir 2023 hingga Mei 2024 ini, setidaknya Hasyim Asy’ari dkk sudah empat kali dijatuhi sanksi peringatan. Bahkan, sempat juga mendapatkan sanksi peringatan keras terakhir.
Lantas perkara apa saja? Berkut rangkuman Kompas.com:
Pada 26 Oktober 2023, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari karena melanggar etik. Sebab, menimbulkan ketidakpastian hukum terkait keterwakilan bakal calon anggota legislatif (caleg) perempuan agar mencapai 30 persen, sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
Sementara itu, enam komisioner lain KPU RI yang juga menjadi teradu, Idham Holik, Betty Epsilon Idroos, August Mellaz, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, dan Mochamad Afifuddin dijatuhi sanksi peringatan.
Dalam putusan ini, DKPP menjatuhkan saksi lebih berat kepada Hasyim karena dinilai tidak mampu menunjukkan sikap kepemimpinan yang profesional dalam tindak lanjut Pasal 8 ayat (2) Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023.
Pasal dalam PKPU tersebut dipermasalahkan karena menggunakan sistem perhitungan dengan desimal ke bawah sehingga aturan 30 persen keterwakilan perempuan tidak terpenuhi.
Baca juga: KPU Diputus Bersalah Tak Penuhi Kuota Caleg Perempuan, DCT Didesak Direvisi
Hasyim disebut tidak tegas dan ambigu dalam menyikapi masukan para pihak, khususnya DPR RI, terkait metode penghitungan keterwakilan caleg perempuan paling sedikit 30 persen.
Pasalnya, KPU RI sempat menyatakan secara terbuka akan merevisi aturan bermasalah itu.
Akan tetapi, sikap itu tiba-tiba berbalik 180 derajat setelah dilakukan pertemuan dengan anggota Komisi II DPR RI lewat rapat konsinyering dan konsultasi.
“DKPP berpendapat untuk memberikan sanksi yang lebih berat atas tanggung jawab jabatan yang diemban, meskipun Peraturan KPU adalah produk kelembagaan yang dihasilkan berdasarkan kerja kolektif kolegial,” kata anggota majelis pemeriksa DKPP, Muhammad Tio Aliansyah, dikutip dari siaran sidang pembacaan putusan lewat akun resmi DKPP pada 26 Oktober 2023.
Pasal bermasalah itu belakangan dibatalkan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan uji materiil terhadap aturan tersebut, namun KPU RI tak menindaklanjutinya melalui revisi aturan.