Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Kompas.com - 10/05/2024, 10:49 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Ardito Ramadhan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Kepala Staf TNI AU (Kasau) Periode 2002-2005 Marsekal (Purn) TNI Chappy Hakim menyebutkan, ada tiga tantangan terkait sistem pertahanan udara yang dimiliki oleh Indonesia.

“Kalau kita melihat udara dan kita mau mendesain sistem pertahanan udara Indonesia, kita mempunyai tiga tantangan besar untuk menjaga udara kita,” kata Chappy dalam siaran BRIGADE Podcast yang tayang di YouTube Kompas.com, Rabu (8/5/2024).

Chappy mengungkapkan tantangan pertama adalah soal tidak adanya pengaturan terkait wilayah kedaulatan udara Indonesia dalam konstitusi.

Meski Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan mengatur soal wilayah udara, beleid tersebut dinilai belum cukup kuat mengatur soal kedaulatan wilayah udara.

Baca juga: Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

“Kita belum mengklaim bahwa wilayah udara kita itu adalah wilayah kedaulatan NKRI. Tidak ada di konstitusi kita. Di konstitusi kita hanya disebutkan bumi dan air,” ujar Chappy.

Menurut dia, hal itu perlu diatur dalam konstitusi, apalagi Konvensi Chicago Tahun 1944 menyebutkan bahwa kedaulatan wilayah udara suatu adalah complete dan ekslusif sehingga tidak ada boleh ada penerbangan tanpa izin di wilayah tersebut.

Chappy juga mewanti-wanti perbatasan udara Indonesia bisa menjadi lemah karena belum mengeklaim soal kedaulatan wilayah udara dalam konstitusi.

“Kalau terjadi dispute (perselisihan) itu maka dengan mudah dikatakan, ‘Anda sendiri tidak mencantumkan wilayah udara anda sebagai wilayah kedaulatan kan’. Selesai,” kata dia.

Baca juga: Serahkan 8 Helikopter ke TNI AU, Prabowo: Kita Ingin Angkatan Udara yang Lebih Tangguh Lagi

Tantangan kedua adalah terkait perbatasan Selat Malaka. Menurut dia, wilayah Selat Malaka sekitar perairan Pulau Natuna, Riau adalah perbatasan yang sangat kritis.

Terlebih, otoritas penerbangan dari level 0-37.000 kaki di area tersebut didelegasikan kepada Singapura.

Our critical border (perbatasan kritis kita) itu di Selat Malaka perairan Riau dan Natuna dan itu didelegasikan penerbangannya kepada otoritas penerbangan Singapura,” kata Chappy.

Ketua Pusat Studi Air Power Indonesia ini menilai, situasi tersebut turut membuat Indonesia kehilangan kedaulatannya.

Menurut dia, dengan memberikan teritori ruang udara di Selat Malaka, bisa membuat Indonesia kehilangan tiga hal.

Ia menyebutkan, Indonesia kehilangan kewenangan untuk mengontrol wilayah udara, tidak bisa mengunakan ruang udara yang berpotensi menghasilkan pendapatan finansial, serta kehilangan law enforcement atau penegakan hukum apabila ada pesawat terbang tanpa izin masuk di wilayah itu.

Baca juga: Ke KSAU Tonny, Menko Polhukam Minta Amankan Selat Malaka dan Laut Natuna Utara

“Begitu kita ruang udara wilayah teritori kita, kita delegasikan, kita kehilangan kedaulatan. Kita kehilangan tiga hal,” ujar Chappy.

Halaman:


Terkini Lainnya

Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Nasional
KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

Nasional
Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Nasional
Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Nasional
56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

Nasional
Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Nasional
Laporkan Dewas ke Polisi, Nurul Ghufron Sebut Sejumlah Pegawai KPK Sudah Dimintai Keterangan

Laporkan Dewas ke Polisi, Nurul Ghufron Sebut Sejumlah Pegawai KPK Sudah Dimintai Keterangan

Nasional
Buka Forum Parlemen WWF Ke-10, Puan: Kelangkaan Air Perlebar Ketimpangan

Buka Forum Parlemen WWF Ke-10, Puan: Kelangkaan Air Perlebar Ketimpangan

Nasional
Lemhannas Kaji Dampak Meninggalnya Presiden Iran dalam Kecelakaan Helikopter

Lemhannas Kaji Dampak Meninggalnya Presiden Iran dalam Kecelakaan Helikopter

Nasional
Emil Dardak Sindir Batas Usia yang Halangi Anak Muda Maju saat Pemilu

Emil Dardak Sindir Batas Usia yang Halangi Anak Muda Maju saat Pemilu

Nasional
Masyarakat Sipil Minta DPR Batalkan Pembahasan Revisi UU TNI karena Bahayakan Demokrasi

Masyarakat Sipil Minta DPR Batalkan Pembahasan Revisi UU TNI karena Bahayakan Demokrasi

Nasional
Aksi Cepat Tanggap Kementerian KP Bantu Korban Banjir Bandang dan Longsor di Sumbar

Aksi Cepat Tanggap Kementerian KP Bantu Korban Banjir Bandang dan Longsor di Sumbar

Nasional
Bertemu PBB di Bali, Jokowi Tegaskan Akar Konflik Palestina-Israel Harus Diselesaikan

Bertemu PBB di Bali, Jokowi Tegaskan Akar Konflik Palestina-Israel Harus Diselesaikan

Nasional
Lemhannas: Transisi Kepemimpinan Jokowi ke Prabowo Relatif Mulus, Tak Akan Ada Gejolak

Lemhannas: Transisi Kepemimpinan Jokowi ke Prabowo Relatif Mulus, Tak Akan Ada Gejolak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com