JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menilai, sulit bagi PDI Perjuangan dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk kompak seandainya kedua partai menjadi oposisi pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Sebab, menurut Umam, basis ideologi PDI-P dan PKS sangat berbeda, bahkan bertentangan.
“PDI-P dan PKS ibarat air dan minyak, basis ideologinya sangat berbeda, bahkan bertolak belakang,” kata Umam kepada Kompas.com, Kamis (25/4/2024).
Umam mengatakan, PDI-P dan PKS memang berpeluang memainkan peran kritis dalam konteks kebijakan publik.
Namun, keduanya diyakini akan kesulitan untuk membangun gerakan politik oposisional yang solid dan memadai lantaran ada akar faksinalisme akut akibat perbedaan ideologi.
“Jika PKS dan PDI-P menjadi kekuatan oposisi, maka hal itu akan menguntungkan pemerintahan Prabowo-Gibran,” ujar Umam.
Sebelumnya, pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2024, Nasdem, PKB, dan PKS tergabung dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan mengusung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar sebagai calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).
Umam mengatakan, Koalisi Indonesia Maju memang masih membutuhkan kekuatan tambahan. Sebab, gabungan suara empat partai pengusung, yakni, Gerindra, Golkar, Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN) hanya menghasilkan 43,18 persen kekuatan di parlemen atau setara 48,2 persen kursi DPR RI.
Untuk menciptakan pemerintahan yang stabil dalam transisi kekuasaan, menurut Umam, dibutuhkan setidaknya 60 persen kekuatan parlemen.
“Dalam konteks ini, pendekatan Prabowo dengan Nasdem dan PKB setidaknya akan menggenapkan kekuatan politik pemerintahan Prabowo-Gibran menjadi sekitar 70 persen,” ujarnya.
Seandainya gugatan perselisihan hasil pemilu (PHPU) yang diajukan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dan PPP merapat ke Prabowo-Gibran, koalisi ini bakal kian besar dengan kekuatan parlemen sekitar 74 persen.
Umam menilai, jumlah tersebut sudah lebih dari cukup untuk sebuah pemerintahan dengan sistem presidensial yang berada di tengah sistem multipartai.
“Selanjutnya, pemerintahan Prabowo-Gibran hendaknya tetap membuka ruang bagi hadirnya kekuatan oposisi yang memadai, untuk menjaga cheking and balancing system dalam mekanisme demokrasi dan tata kelola pemerintahan,” tutur dosen Universitas Paramadina itu.
Sebagaimana diketahui, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden terpilih RI masa jabatan 2024-2029 oleh KPU RI pada Senin (22/4/2024).
Baca juga: Kekuatan Koalisi Vs Oposisi jika PDI-P dan PKS Tak Merapat ke Prabowo-Gibran