JAKARTA, KOMPAS.com - National Air and Space Power Centre Indonesia (NASPCI) bersama Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) dan Strategy ASEAN International Advocacy and Consultancy (SAIAC) menggelar diskusi membahas pengembangan satelit dan keamanan antariksa.
Diskusi yang mengundang perwakilan 14 negara yang terdiri dari diplomat, praktisi, akademisi, dan industri itu digelar di Gedung NASPCI, Kompleks Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (25/4/2024).
Ketua NASPCI Marsma Penny Rajendra mengatakan, saat ini Indonesia mengembangkan satelit dan pembangunan teknologi keantariksaan.
“Ini tidak saja untuk kebutuhan komunikasi, internet, dan sebagainya, tapi juga untuk masalah command and control di persenjataan di militer,” ujar Penny kepada awak media.
Baca juga: Pelaku Industri Satelit Nasional Mampu Penuhi Kebutuhan Akses Internet Domestik
Penny mengatakan, satelit bukan suatu hal yang baru bagi Indonesia.
Pada tahun 1963, TNI AU yang memulai meluncurkan roket pertama dan ketiga di Asia.
“Indonesia saat ini belum memiliki satelit yang khusus untuk militer. Kita masih berkolaborasi dengan komersial. Karena pada prinsipnya, satelit itu bisa dual use, bisa militer, bisa sipil,” kata Penny.
Diskusi atau lokakarya diplomatik ini, kata Penny, untuk membangunan kesadaran antariksa di Indonesia dan membangun dialog dengan mitra.
“Dengan adanya lokakarya ini diharapkan masyarakat Indonesia perlu juga mewaspadai permasalahan keamanan antariksa, seperti sampah antariksa dan perlombaan antariksa yang akan mengancam bangsa kita,” kata Penny.
Baca juga: BRIN-PT Nestle Indonesia Kolaborasi Riset Pertanian Berkelanjutan
Sementara itu, peneliti senior BRIN Chusnul Tri Judianto mengatakan bahwa satelit remote sensing atau penginderaan jauh.
“Nanti direncanakan dalam 8 atau 10 ke depan itu kita sudah akan memiliki sebuah sebuah konstelasi satelit, di mana menggunakan satelit remote sensing, baik optik maupun radar,” ujar Chusnul.
“Karena itu kita butuhkan di Indonesia, karena kita tahu bahwa Indonesia penuh awan, hujan, dan segala macam,” kata dia.
CEO SAIAC Shaanti Shamdasani mengatakan, berkembangnya teknologi membuat kebutuhan satelit meningkat.
“Kami berikan rekomendasi kepada pemerintah, supaya ada masukan-masukan yang valid, masukan yang benar-benar dilalui oleh proses pemikiran cukup matang,” kata Shaanti.
Baca juga: Peneliti BRIN: Masyarakat Tionghoa Banyak Partisipasi dalam Hal Budaya dan Agama
Diskusi dihadiri perwakilan dari berbagai negara, seperti Duta Besar Chile Mario Ignacio Artaza, perwakilan Kedutaan Besar Italia untuk Indonesia Kapten (Navy) Maurizio Pitton, hingga perwakilan industri dari Airbus Indonesia dan Lockheed Martin.
“Lockheed Martin sangat mendukung pengembangan pengembangan satelit dan antariksa di Indonesia,” kata Country Manager Lockheed Martin Anita Ibrahim.
Perwakilan dari TNI AU seperti Asisten Potensi Dirgantara Kepala Staf Komando Operasi Udara Nasional Marsma Fajar Adriyanto dan Komandan Lanud Halim Perdanakusuma Marsma Destianto Utama turur hadir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.