Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nilai Tak Ada Bukti Kepala Daerah "Cawe-cawe", Dekan IPDN: Aceh Punya 24 Pj, tapi Prabowo-Gibran Kalah

Kompas.com - 04/04/2024, 15:41 WIB
Fika Nurul Ulya,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dekan Fakultas Manajemen Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Khalilul Khairi menilai, kecil kemungkinan kepala daerah menyalahgunakan jabatannya atau cawe-cawe untuk mendukung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertentu.

Pasalnya, kinerja kepala daerah diawasi oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Hal ini disampaikannya saat dihadirkan sebagai ahli kubu paslon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dalam sidang lanjutan sengketa Pilpres di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Kamis (4/4/2024).

"Secara teknis, penjabat telah dilakukan pengendalian sistemik, pengendalian yang tidak mengenakan pada personal, tapi oleh sistem di mana dengan sistem itu penyimpangan yang dilakukan akan mudah terkuak, mudah diketahui, dan mudah dijatuhkan sanksi,” kata Khalilul dalam sidang, Kamis siang.

“Dan pada akhirnya, kalau itu dilakukan, maka dia akan mendapatkan reputasi buruk dalam kariernya sebagai ASN,” lanjutnya.

Baca juga: Sidang MK, Bambang Widjojanto Singgung Isu Pj Gubernur Aceh Dicopot karena Prabowo-Gibran Kalah

Ia mencontohkan Provinsi Aceh untuk membuktikan argumentasinya.

Di provinsi tersebut, sebanyak 23 dari 24 dari 23 kursi atau 95 persen diisi oleh penjabat (Pj) kepala daerah.

Jika Pj kepala daerah digunakan untuk mendulang suara pasangan calon tertentu, seharusnya dukungan untuk paslon tersebut menang telak di wilayah itu.

Namun, di Aceh, Prabowo-Gibran hanya memperoleh 787.024 suara atau 24,43 persen. Kubu paslon 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar justru yang mendulang perolehan suara terbanyak, 2.369.534 suara atau 73,56 persen.

"Kalau dipakai untuk memobilisasi, atau kalau kita menggunakan preposisi makin banyak Pj Kepala Daerah, maka makin efektif penambahan suara dari pihak pemerintah, logikanya Aceh (mampu mendulang) perolehan suara tertinggi karena dia adalah Pj tertinggi provinsi se-Indonesia," tutur Khalilul.

"Nyatanya (suara) 02 hanya 24 persen," sambungnya.

Baca juga: Dihadirkan Prabowo-Gibran di Sidang MK, Margarito Kamis: Diskualifikasi Apa Dasarnya?

Khalilul lalu mencontohkan provinsi Bengkulu. Paslon Prabowo-Gibran mendapat suara tertinggi meski kepala daerah di wilayah tersebut lebih sedikit.

"Bengkulu paling sedikit penjabatnya, 2 orang dari 11, 1 orang dari 11. Nyatanya calon dukungan pemerintah mendapat suara 70 persen. Maka, kalau kita menggunakan keyakinan itu, empiriknya tidak terlihat," jelas dia.

Mendengar pernyataan ahli, anggota Tim Hukum pasangan capres-cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Bambang Widjojanto, lantas menyinggung pencopotan Penjabat (Pj) Gubernur Aceh Achmad Marzuki pada pertengahan Maret lalu.

Menurut kabar yang beredar, kata Bambang, Achmad Marzuki diganti karena gagal memenangkan pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, di provinsi Aceh.

Baca juga: Sidang MK, Bambang Widjojanto Walk Out Saat Eddy Hiariej Hendak Beri Keterangan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com