JAKARTA, KOMPAS.com - Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) menyampaikan keluhan masyarakat soal rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen kepada Presiden Joko Widodo saat bertemu di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (25/3/2024).
Merespons hal tersebut, menurut pihak KAMMI, Presiden Jokowi menyatakan akan mempertimbangkan kembali kenaikan PPN yang rencananya dimulai pada awal 2025 itu
"Kemudian juga isu-isu yang terjadi di tengah tengah kita. Isu-isu kerakyatan, terutama PPN pajak pertambahan nilai 12 persen yang menjadi keresahan masyarakat, itu juga sudah kami sampaikan kepada Bapak Presiden," ujar Ketua Umum KAMMI Zaky Ahmad Rivai usai bertemu Presiden Jokowi.
"Bapak Presiden sudah menjawab bahwa Beliau akan mempertimbangkan kembali bersama dengan jajaran," kata Zaky.
Baca juga: Bertemu Jokowi, KAMMI Laporkan Keluhan Masyarakat soal Kenaikan PPN 12 Persen
Dalam pertemuan itu, KAMMI juga menyampaikan soal keluhan masyarakat mengenai kestabilan harga pangan jelang Idul Fitri.
KAMMI mendorong agar pemerintah menjaga harga pangan agar tidak memberatkan masyarakat.
Pemerintah berencana menaikkan PPN menjadi sebesar 12 persen pada 2025.
Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Ecky Awal Mucharam menyebut bahwa rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen sebagai hal yang kontraproduktif dengan kondisi daya beli masyarakat saat ini.
"Undang-undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menuliskan bahwa pemerintah memberlakukan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11 persen mulai 1 April 2022 dan 12 persen mulai 1 Januari 2025," kata Ecky melalui keterangan persnya, Kamis (14/3/2024).
“Dengan tarif PPN yang belum lama dinaikkan jadi 11 persen saja daya beli masyarakat langsung anjlok. Bagaimana jadinya jika tarif PPN dinaikkan kembali? Otomatis masyarakat akan menjadi korban,” ucap dia.
Ecky mengatakan, penurunan daya beli masyarakat pada 2022 terlihat dari porsi konsumsi rumah tangga yang sebagian besar digunakan untuk barang habis pakai, seperti membeli makanan maupun perlengkapan rumah tangga.
“Fenomena makan tabungan (mantab) masyarakat menengah pada 2023 menjadi isu yang hangat dalam penurunan daya beli masyarakat,” kata Ecky.
Baca juga: Bos Apindo Blak-blakan Keberatan PPN 12 Persen
Ia lantas memaparkan, hasil survei konsumen yang dilakukan Bank Indonesia (BI) memperlihatkan, rasio konsumsi kelompok dengan pengeluaran di bawah Rp 5 juta sebagian besar mengalami penurunan.
Kelompok yang paling terkena imbas itu adalah orang-orang dengan pengeluaran Rp 2,1 juta hingga Rp 3 juta dan diikuti kelompok pengeluaran Rp 4,1 juta hingga Rp 5 juta.
Ecky mengatakan, selain melemahkan daya beli masyarakat, kenaikkan tarif PPN juga akan berpotensi meningkatkan tekanan bagi perekonomian nasional.