PEMINDAHAN Ibu Kota Negara Indonesia dari Jakarta ke Nusantara, yang terletak di wilayah Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, mencerminkan transformasi geopolitik signifikan di dalam negeri.
RUU IKN menjadi UU pada 18 Januari 2022, menandai awal dari perubahan ini dengan ditetapkannya Nusantara sebagai nama ibu kota baru. Pada 2024 ini, perpindahan ke sana semakin nyata.
Boleh jadi alasan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur terletak pada fakta bahwa Pulau Jawa, terutama Jakarta, telah menjadi fokus tunggal pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak era kolonial.
Meski begitu, DKI Jakarta akan tetap menjadi ibu kota hingga Keputusan Presiden terkait pemindahan ibu kota dikeluarkan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang perubahan atas UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang ibu kota negara.
Kemudian RUU tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menjadi perhatian karena dimulainya pembahasannya oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR pada Maret 2024.
Langkah ini menandai adaptasi perubahan status Jakarta dari Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
Perubahan ini terjadi karena Jakarta tidak lagi menjadi ibu kota, yang statusnya akan digantikan oleh IKN Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN.
Oleh karenanya pemindahan ini menggambarkan transformasi geopolitik kompleks yang memiliki dampak luas bagi Indonesia.
Selain sebagai perubahan administratif, pemindahan ini juga mencerminkan upaya untuk meratakan pembangunan regional, mengurangi ketimpangan, dan memperkuat otonomi daerah.
Namun, tantangan baru muncul terkait infrastruktur, ekonomi, sosial, dan politik yang harus ditangani dengan hati-hati oleh pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya.
Pemindahan ibu kota negara memiliki implikasi geopolitik yang luas dan kompleks, memengaruhi berbagai aspek kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan keamanan di dalam dan di luar negeri.
Implikasinya, antara lain, mencakup sejumlah perubahan signifikan dalam kebijakan pemerintah, terutama dalam konteks regional dan nasional.
Keputusan untuk memindahkan ibu kota dapat mengubah orientasi kebijakan dan strategi pembangunan nasional, serta memengaruhi hubungan antara pemerintah pusat dan daerah.
Bersamaan pula pemindahan ibu kota juga memiliki dampak ekonomi yang besar, tidak hanya pada tingkat nasional, tetapi juga regional.
Perubahan lokasi ibu kota dapat memengaruhi distribusi investasi, pertumbuhan ekonomi, dan kesempatan kerja di berbagai wilayah, dan memicu dinamika baru dalam struktur ekonomi nasional dan regional.
Maka perubahan ini juga dapat memengaruhi persepsi terhadap stabilitas politik negara, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Dengan begitu implikasi, geopolitik pasca-pemindahan ibu kota jadi mencakup dampaknya terhadap hubungan bilateral dan multilateral Indonesia dengan negara lain.
Perubahan ini bisa memengaruhi dinamika diplomasi dan kerja sama internasional Indonesia, termasuk dalam hal perdagangan, investasi, dan keamanan regional.
Juga terhadap perubahan dalam kekuatan politik dan ekonomi antarwilayah, serta penyesuaian terhadap infrastruktur dan transportasi yang merupakan bagian penting dari implikasi geopolitik tersebut.
Ini mencakup tantangan dan peluang baru dalam pengembangan infrastruktur, distribusi sumber daya, dan konektivitas regional.
Dengan memahami implikasi geopolitik pasca-pemindahan ibu kota, pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dapat merencanakan langkah-langkah yang tepat untuk menangani dampak yang mungkin timbul.
Ini termasuk upaya untuk mengelola perubahan dalam kebijakan dan strategi pembangunan, meningkatkan kerja sama regional dan internasional, serta mempersiapkan infrastruktur dan sumber daya manusia untuk menghadapi tantangan baru.
Implikasi geopolitik pasca-pemindahan ibu kota juga memunculkan konsekuensi. Hal ini mencakup perubahan dalam dinamika politik, ekonomi, sosial, dan keamanan baik di tingkat nasional maupun internasional.