JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) tidak sepakat dengan anggota DPR Fraksi Nasdem Ahmad Ali yang menganjurkan partai politik pendukung hak angket supaya keluar dari koalisi pendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Mereka menyatakan hak angket tidak memiliki kaitan dengan posisi partai politik tertentu terhadap pemerintah.
Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko tidak sepakat dengan ajakan akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) yang ingin menggerakkan pengadilan rakyat buat menyikapi dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024.
Baca juga: Ahmad Ali Minta Parpol Pendukung Angket Keluar dari Kabinet, Politikus PDI-P: Tak Perlu Ikut Campur
Anggota DPR Fraksi PDI-P Junimart Girsang tak sepakat dengan pernyataan anggota DPR Fraksi Partai Nasdem Ahmad Ali yang meminta partai politik pendukung hak angket DPR untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilihan Presiden 2024 harus keluar dari pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Menurutnya, hak angket menjadi hak setiap partai politik di DPR dan dijamin oleh Undang-undang Dasar (UUD).
Tidak ada kaitannya hak angket DPR dengan posisi partai politik tertentu terhadap pemerintah.
"Semua fraksi itu berhak untuk mengatakan yes or no atas hak angket. Kalau fraksi PDI Perjuangan mengatakan hak angket, itu hak kami. Kenapa tidak? Jadi, tidak perlu mengomentari. Sifat dan nasionalis dalam korektif untuk hak angket, hak angket ini kan dijamin UU. Dan ini menjadi hak DPR. Bukan hak pemerintah juga itu hak angket," kata Junimart ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (13/3/2024).
Dalam hal ini, Junimart turut mengingatkan tentang politik kecerdasan yang semestinya dipahami oleh setiap anggota DPR.
Adapun kecerdasan yang dia maksud adalah agar setiap partai politik tidak mengomentari kepentingan partai politik lainnya.
Menurut dia, Fraksi PDI-P memiliki kepentingan untuk mengajukan hak angket DPR dan tidak ada yang bisa menghalanginya.
"Mari bicara ranah sesuai yang kita miliki, tidak perlu mengomentari partai lain, tidak perlu mencampuri isi dapur partai lain. Artinya kita harus belajar cerdas. Politik itu politik cerdas, politik kecerdasan. Hak setiap parpol untuk mengajukan hak seperti angket," jelasnya.
Baca juga: Demokrat Siap Pasang Badan untuk Berdebat soal Hak Angket Pemilu
Kepala Staf Presiden Moeldoko merespons seruan akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) yang ingin menggerakkan pengadilan rakyat untuk menyikapi dugaan kecurangan dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Moeldoko menyatakan tidak setuju dengan seruan tersebut mengingat Indonesia adalah negara hukum.
"Karena kita negara hukum, jangan diselesaikan dengan cara-cara jalanan begitu," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (13/3/2024).
Baca juga: Sivitas Akademika UGM Kembali Berkumpul di Balairung, Bacakan Pernyataan Sikap Kampus Menggugat
Menurut Moeldoko, sudah ada lembaga independen yang mengurusi kecurangan Pemilu. Termasuk Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pemilu.
Masalah kecurangan, kata dia, bisa diselesaikan melalui mekanisme yang berlaku di dua lembaga tersebut.
"Itu terkait penyelenggara Pemilu, penyelenggaranya KPU dan Bawaslu. Proses-proses itu ya harus kita dukung (lewat KPU dan Bawaslu)," ucap Moeldoko.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.