Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Nilai Jokowi Tak Perlu Cawe-cawe di Pemerintahan Prabowo, Khawatir Muncul Matahari Kembar

Kompas.com - 12/03/2024, 15:10 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar politik Ikrar Nusa Bhakti menilai, usulan Presiden Joko Widodo menjadi ketua koalisi partai politik tak perlu direalisasi.

Ia khawatir, gagasan tersebut justru akan melahirkan “matahari kembar” yang menghadap-hadapkan dua kekuatan, yakni antara pimpinan koalisi dan presiden yang memimpin.

“Janganlah kita menghadirkan atau melahirkan situasi yang sangat pelik dalam politik atau yang disebut dengan matahari kembar,” kata Ikrar dalam program Kompas Petang Kompas TV, Senin (11/3/2024).

Setelah meletakan jabatannya sebagai presiden pada Oktober 2024, menurut Ikrar, Jokowi bisa saja memberi masukan ke presiden yang baru.

Namun, dia menilai, mantan kepala negara tak perlu cawe-cawe terlalu dalam atau bahkan diberikan posisi yang legal di pemerintahan baru. Hal itu justru dinilai bakal menyulitkan pemerintahan ke depan.

Baca juga: Pakar Sebut Usulan Jokowi Jadi Ketua Koalisi Keliru, Tak Ada di Sistem Presidensial

“Biar bagaimanapun yang namanya mantan presiden itu sebaiknya janganlah kemudian cawe-cawe lagi,” ujar Ikrar.

“Tidak perlu bangun suatu sistem baru, ada ketua koalisi, atau kemudian nanti ada istilahnya koordinator menko-lah, atau posisi posisi lain yang kemudian menempatkan Jokowi pada posisi yang dalam, lebih tinggi dibandingkan dengan presiden terpilih itu sendiri, itu sangat tidak enak,” lanjutnya.

Sebagai negara yang menganut sistem presidensial, kata dia, presiden tetap memegang jabatan tertinggi sebagai pimpinan pemerintahan.

“Kalau tadi dikatakan bahwa yang terpilih adalah Prabowo dan Gibran sebagai presiden dan wakil presiden, ya kita harus menghormatilah siapa yang kemudian terpilih dan biarlah kemudian Pak Prabowo yang nanti akan membangun koalisinya,” katanya.

Lagi pula, Ikrar menyebut, tidak tepat jika Indonesia yang menganut sistem pemerintahan presidensial memiliki ketua koalisi partai politik. Sebab, ketua koalisi hanya dikenal di negara dengan sistem pemerintahan parlementer.

Ikrar mencontohkan sistem pemerintahan parlementer di Malaysia. Usai pemilu, di Malaysia akan dibentuk koalisi, berikut pimpinan dan wakil pimpinannya, bergantung dari partai yang paling banyak mendapatkan suara dan kursi di parlemen.

Sementara, di Indonesia, koalisi partai politik merujuk pada kerja sama antarpartai ketika pemilu. Dalam sistem pemerintahan presidensial, keberadaan parlemen atau legislatif menjadi pengawas bagi pemerintahan atau eksekutif.

“Mereka yang tidak ada dalam pemerintahan juga penting sebagai penengah ataupun penyeimbang dari kekuatan yang ada di pemerintahan. Dan ini sudah terjadi pada eranya Pak SBY, ini terjadi pula di eranya Pak Jokowi,” tandas Ikrar.

Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie menyatakan, Presiden Jokowi semestinya menjadi sosok yang berada di atas semua partai politik.

Grace mengungkapkan, ada usul dari Ketua Dewan Pembina PSI Jeffrie Geovannie agar Jokowi dapat memimpin koalisi partai politik yang punya kesamaan visi menuju Indonesia emas.

Baca juga: PSI Usul Jokowi Jadi Ketua Koalisi, Golkar Sebut Harus Persetujuan Prabowo

Halaman:


Terkini Lainnya

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

Nasional
Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

Nasional
Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com