KOMPAS.com - Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Surabaya mencatat, inflasi bulanan (mtm) dan year-to-date (ytd) Kota Surabaya pada Januari 2024 berada di angka 0,26 persen.
Sementara inflasi tahunan (yoy) Surabaya pada Januari 2024 sebesar 2,40 persen dengan indeks harga konsumen (IHK) sebesar 105,38.
Kepala Bagian Perekonomian dan Sumber Daya Alam Kota Surabaya Vykka Anggradevi Kusuma mengatakan, angka inflasi tersebut menjadi yang terendah dalam 5 tahun terakhir.
Untuk diketahui, inflasi Surabaya pada 2020 mencapai 0,50 persen. Kemudian, 0,32 persen pada 2021, 0,46 persen pada 2022, dan 0,36 persen pada 2023.
“Pada Januari 2024, Kota Surabaya mengalami deflasi sebesar 0,26 persen. Ternyata, ini inflasi terendah Surabaya selama 5 tahun terakhir,” ujar Vykka dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Minggu (18/2/2024).
Vykka menambahkan, terdapat lima komoditas yang jadi penyumbang inflasi terbesar pada Januari 2024.
Komoditas tersebut adalah tomat sebesar 0,06 persen, tukang bukan mandor 0,03 persen, bawang merah 0,03 persen, mobil 0,02 persen, dan bawang putih 0,01 persen.
Adapun penyebab komoditas volatile food atau pangan bergejolak, seperti tomat dan bawang merah, dikarenakan berkurangnya hasil panen para petani akibat perubahan cuaca.
Hal itu pun menyebabkan ketersediaan komoditas tersebut berkurang sehingga berdampak pada kenaikan harga.
“Selain itu, pemenuhan kebutuhan bawang putih dalam negeri yang hampir semuanya berasal dari impor. Adanya kenaikan harga bawang putih disebabkan harga komoditas ini dari daerah asal (impor) juga mengalami kenaikan. Akhirnya, berimbas pada kenaikan harga bawang putih di dalam negeri,” katanya.
Meski begitu, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya akan terus melakukan berbagai upaya agar dapat mengendalikan inflasi.
Upaya tersebut di antaranya adalah bekerja sama dan berkoordinasi dengan Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik (Bulog) dalam penyaluran Beras SPHP yang disalurkan lewat Warung Tekan (Wartek) Inflasi.
Tak hanya itu, Pemkot Surabaya juga secara rutin melakukan operasi pasar minyak di berbagai pasar tradisional.
“Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID ) Surabaya juga melakukan identifikasi kebutuhan pasokan terhadap barang kebutuhan pokok dan barang penting (bapokting) yang berasal dari pasar PD Pasar Surya, pasar binaan Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah dan Perdagangan (Dinkopdag) Surabaya, RSUD, restoran, SWK binaan Dinkopdag, serta toko kelontong binaan Dinkopdag guna pemenuhan kebutuhan ketersediaan,” terang Vykka.
Sementara dalam rangka menjaga kestabilan harga bahan pokok, Pemkot Surabaya juga terus menjalin kerja sama antardaerah, mulai dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar, Sidoarjo, Malang, Ngawi, hingga Sumenep.
Kerja sama itu dilakukan dalam rangka pemenuhan komoditas, seperti beras, cabai, dan juga bawang merah.
“Pemkot Surabaya juga terus menjalankan Pelaksanaan Gerakan Pangan Murah di Rumah Susun (Rusun) Panjaringansari, Kecamatan Rungkut, guna membantu masyarakat Kota Surabaya untuk memperoleh bahan pangan dengan harga terjangkau,” tuturnya.
Dengan berbagai terobosan itu, lanjut Vykka, TPID ingin Kota Surabaya dapat selalu stabil dan tetap pada rentang sasaran target inflasi nasional 2024, yakni sebesar 2,5 persen ±1.
Dengan begitu, capaian nilai inflasi bulanan Surabaya dapat menjadi deflasi. Jika harus mengalami inflasi, diharapkan angkanya tetap pada rentang sasaran target yang diusung.
“Inflasi ataupun deflasi dapat membahayakan bila ada pada tingkat tertentu atau berlebihan. Dampaknya, pemerintah pusat harus membuat kebijakan dengan menetapkan sasaran rentang target inflasi, yaitu sebesar 2,5 persen ±1 pada 2024 agar inflasi dapat terkendali dan stabil. Perekonomian suatu wilayah dapat dikatakan baik apabila harga barang dan jasa mengalami kestabilan,” kata Vykka.
Oleh karena itu, agar kondisi Surabaya tetap stabil dan normal, TPID Kota Surabaya terus melakukan upaya pengendalian inflasi dengan berpedoman pada langkah pengendalian inflasi nasional.
Pedoman tersebut adalah keterjangkauan harga, ketersediaan komoditas, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif atau disebut sebagai 4K.
“TPID Kota Surabaya juga secara berkelanjutan memberikan edukasi dan imbauan kepada masyarakat melalui media sosial ataupun media massa untuk selalu belanja dengan bijak, diversifikasi makanan, dan stop boros pangan. Imbauan kepada warga Surabaya ini tidak hanya dilakukan ketika Surabaya mengalami deflasi, tapi dilakukan secara terus menerus,” jelasnya.
Baca juga: Wujudkan SDM Unggul, Walkot Surabaya Bagikan 25.919 Beasiswa untuk TK hingga Mahasiswa